Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Pemerintah Dianggap Tak Konsisten Revisi Aturan Ekspor PT Freeport
10 Januari 2017 17:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT

Mantan Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Said Didu, menilai pemerintah seperti menghadapi ‘buah simalakama’ menjelang berakhirnya izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia. Menurut dia, rencana pemerintah yang akan merevisi peraturan tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batubara (minerba) tak konsisten dengan sikap sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Said, revisi seluruh peraturan pemerintah soal perkara kegiatan minerba sebenarnya sudah diusulkan sejak 2015. Saat itu, Menteri ESDM yang masih dijabat Sudirman Said merekomendasikan agar izin ekspor tetap diberikan kepada perusahaan tambang, termasuk PT Freeport bersamaan dengan pembangunan smelter.
Namun, kata Said, usulan tersebut ditolak keras oleh Luhut Binsar Panjaitan ketika itu menjabat Kepala Kantor Staf Presiden. “Mereka bilang enggak boleh ada perubahan apapun. Kondisi saat ini pemerintah menghadapi buah simalakama," kata Said saat dihubungi kumparan, Senin (10/1).
Luhut yang kini menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman, kemarin mengatakan pemerintah akan mencari solusi soal izin ekspor konsentrat perusahaan tambang. Revisi dilakukan dengan menyusun perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Adapun Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengolahan mineral yang mengatur ekspor tersebut berakhir atau kadaluarsa pada Rabu besok (11/1).
ADVERTISEMENT
Adapun jenis mineral olahan yang diberikan relaksasi ekspor tersebut diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengolahan mineral. Izin aktivitas ekspor mineral olahan untuk beberapa jenis di antaranya tembaga, bijih besi, pasir besi, dan seng.Larangan ekspor diberlakukan agar perusahaan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dengan membangun smelter.

Menurut Said, Freeport memang sengaja mengulur membangun smelter karena menunggu kepastian perpanjangan izin kontrak mereka di Indonesia yang akan berakhir pada 2021. Sementara perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan jika PP Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara juga diubah.
"Pembangunan smelter hanya bisa dilakukan apabila ada kepastian perpanjangan kontrak. Kepastian perpanjangan kontrak hanya bisa apabila PP minerba itu juga diubah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kewajiban membangun smelter tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara tahun 2009. Bila tidak dilakukan, kontraktor atau pemegang izin usaha dilarang mengekspor produknya.
"Seharusnya pemerintah tetapkan target secara riil tentang pembangunan smelter. PP itu diperjelas perpanjangan kontrak atau diputus, atau dilanjutkan dan diubah ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) seperti konsep awal. Tetapkan target kapan dibangunnya smelter, berikan izin ekspor dengan persyaratan tertentu, bea keluar," kata Said.
Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengakui perusahaannya belum melakukan pembangunan fisik pabrik smelter. Namun, dia mengklaim PT Freeport Indonesia sudah memberikan uang jaminan pembangunan pabrik pemurnian tersebut kepada pemerintah dengan jumlah sekitar 212 juta dolar Amerika Serikat.
Dengan komitmen itu, kata Riza, PT Freeport Indonesia akan meminta pemerintah memberikan lagi relaksasi agar perusahaan bisa tetap melakukan ekspor mineral olahan. “PTFI tidak mengajukan surat permohonan rekomendasi ekspor. Kami berharap pemerintah memberikan relaksasi ekspor,” ujarnya.
ADVERTISEMENT