Pemerintah Diminta Atur Kemitraan dan Beri Perlindungan Sosial untuk Driver Ojol

19 Februari 2025 18:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah ojek online di kawasan stasiun LRT Kuningan, Jakarta, Senin (17/2/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah ojek online di kawasan stasiun LRT Kuningan, Jakarta, Senin (17/2/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah diminta hati-hati untuk membuat aturan mengenai Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para mitra atau driver ojek online (ojol). Direktur Ekonomi Digital Center of Economic dan Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai persoalan paling penting bagi mitra driver ojek online (ojol) adalah perlindungan sosial (perlinsos) seperti kesehatan, keselamatan kerja, dan perlindungan sosial, bukan THR.
ADVERTISEMENT
"Yang paling penting memang adanya perlindungan kesehatan, keselamatan kerja, dan perlindungan sosial lainnya bagi mitra, terutama driver ojek online. Pemerintah dan platform menyediakan skema khusus pembayaran perlindungan bagi driver, dan ada pembagian beban ke platform, konsumen, dan driver," kata Nailul dalam keterangannya, Rabu (19/2).
Selain itu, pihaknya juga mendorong adanya peraturan yang kuat guna mengatur ekonomi digital, termasuk hubungan kemitraan antarpelaku usaha yang lebih setara.
"Bagaimanapun juga kemitraan ini memerlukan hubungan yang setara dan dikembalikan ke bentuk awal industri gig economy. Masih ada fleksibilitas baik dari sisi waktu bekerja, yang pasti ada konsekuensi ke pendapatan. Kita dorong adanya UU Ekonomi Digital," katanya.
Nailul menjelaskan permasalahan mendasar dari transportasi online saat ini adalah tidak adanya regulasi yang menaungi driver transportasi online. Regulasi yang sekarang ada, terpencar ke beberapa kementerian, seperti regulasi tentang tarif di Kementerian Perhubungan, regulasi tentang bentuk kemitraan ada di Kementerian UMKM, sedangkan regulasi hubungan antara platform dengan driver masuknya kategori kemitraan.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada regulasi yang diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan karena sifatnya yang berbentuk kemitraan," jelasnya.
Dia mengatakan, THR bagi mitra tidak ada dasar hukum yang jelas, mengingat hubungan kemitraan tidak mengenal adanya THR.
"Apakah sistem kemitraan ada soal THR? Saya ragu akan hal itu. Sebenarnya sistem kemitraan ini tidak mengenal THR karena sifatnya yang berusaha sendiri. Ketika pun dipaksakan, maka harus ada rumusan tersendiri mengenai penghitungan besaran THR," kata Nailul.
Selain itu, jika nantinya tuntutan THR nantinya dikabulkan, dinilai akan menjadi beban perusahaan dan kemitraan lainnya akan menuntut hal serupa, termasuk ibu rumah tangga yang berjualan di platform daring.
“Beban perusahaan akan besar, bayangkan perusahaan platform digital memberikan THR untuk jutaan mitra di sana. Berat bagi perusahaan pastinya jika diimplementasikan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT