Pemerintah Diminta Hati-hati Buat Regulasi THR Ojol, Bisa Berimbas ke Investasi

17 Februari 2025 19:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer bertemu pengemudi ojek online yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) saat unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Senin (17/2/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer bertemu pengemudi ojek online yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) saat unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Senin (17/2/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah diminta hati-hati membuat aturan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para mitra atau driver ojek online (ojol). Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan yang tidak dianalisis secara komprehensif dapat membawa dampak buruk bagi iklim usaha dan investasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wijayanto menjelaskan, pemberian THR kepada pengemudi ojol dapat membawa dampak buruk bagi iklim usaha dan investasi di Indonesia. Menurut Wijayanto, kebijakan yang cenderung populis ini membawa beban finansial kepada perusahaan tanpa adanya regulasi yang jelas.
“Sangat berdampak buruk. Kebijakan harus diambil berdasarkan proses teknokrasi yang komprehensif untuk menghindari tumpang tindih dan ketidakpastian kebijakan,” ungkap Wijayanto dalam keterangannya, Senin (17/2).
Lebih lanjut, Wijayanto menyebut pemerintah harus melakukan analisa yang komprehensif sebelum mengambil keputusan. Sebab menurutnya, kebijakan yang mengatur pengemudi ojek online adalah kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Wijayanto menilai, ojol sebagai contoh sukses inovasi bisnis, sudah mempekerjakan jutaan masyarakat dan memberikan dampak ekonomi yang berlipat ganda.
“Para stakeholder perlu diajak bicara. Ojol merupakan contoh sukses inovasi bisnis, dengan inovasi tersebut saat ini mempekerjakan 4 juta driver, jumlah yang besar hanya sedikit di bawah ASN, TNI, Polri sebesar 4,3 juta. Jika kita masukkan pekerja yang dihasilkan secara tidak langsung, jumlahnya bisa mencapai 10 juta bahkan lebih,” jelas Wijayanto.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pengemudi ojek online yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Senin (17/2/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Wijayanto mengingatkan saat ini bisnis ojol dapat bertumbuh pesat karena bisnis ini menawarkan fleksibilitas bagi pengemudi, aplikator, dan pengguna jasa. Ia menyebut apabila pemerintah memaksakan penerapan model bisnis konvensional seperti pemberian THR, fleksibilitas tersebut dapat hilang dan merugikan berbagai pihak.
“Bisnis ojol bisa tumbuh pesat karena business model yang memungkinkan fleksibilitas. Jika dipaksa untuk menerapkan bisnis model konvensional (misalnya dengan kontrak formal dan kewajiban membayar THR), industri ini akan segera collapse. Banyak pihak, termasuk para driver dan UMKM akan dirugikan,” kata dia.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menjelaskan, tuntutan soal THR itu akan segera dibahas pihaknya dengan penyedia aplikasi (aplikator).
“Jadi saya katakan THR itu adalah kebudayaan kita. Jadi pertimbangannya kami akan mengedepankan, yang pertama adalah ayo kita sama-sama duduk, kita mendiskusikan bahwa ini bukan permasalahan apa-apa, tapi ini adalah bentuk pemihakan, bentuk kepedulian dari pengusaha kepada pekerja,” kata Yassierli di Kantor Kemnaker, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (17/2).
ADVERTISEMENT
Ia meminta waktu agar tuntutan para pengemudi ojol itu bisa menemui titik temu dalam beberapa waktu ke depan. Ia menyebut, telah mengkaji THR untuk para ojol dengan sejumlah ahli, termasuk dari ILO.
“Jadi ini adalah yang kita inginkan, bagaimana momentum THR ini kita jadikan sebagai momentum untuk membangun kerja sama yang lebih baik antara pengusaha platform kemudian dengan teman-teman driver,” ungkapnya.