news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Ulang Proyek DME Investasi Danantara

9 Maret 2025 18:38 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai pemerintah perlu mempertimbangkan ulang proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME), karena hanya akan memboroskan uang negara.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksektufi CELIOS, Bhima Yudhistira, mengatakan banyak faktor yang membuat proyek DME tidak masuk secara keekonomian, apalagi jika didanai oleh investasi Danantara Indonesia.
"Diharapkan pemerintah menimbang ulang untuk DME ini. Apalagi pakai dana Danantara, Danantara dari efisiensi APBN sebagian. Jadi menurut saya ini buang-buang uang negara," tegasnya saat dihubungi kumparan, Minggu (9/3).
Bhima menambahkan, proyek DME juga akan menghambat proses transisi energi, sebab eksploitasi pertambangan batu bara akan terus berlanjut semakin masif. Hal ini bertentangan pula dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto.
"Kita ingin ada upaya untuk coal phase down hingga 2040 sesuai skenario dari Prabowo di forum G20 itu. Jadi kalau arahnya malah hilirisasinya batu bara enggak tepat," tuturnya.
Alih-alih hilirisasi batu bara, Bhima menyebutkan masih banyak proyek hilirisasi lain yang bisa difokuskan pemerintah, misalnya sektor perkebunan dan pertanian. Hilirisasi mineral, seperti nikel, juga dinilai lebih strategis.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kajian CELIOS, dia mengungkapkan proyek DME juga berpotensi mengikis pendapatan negara dari royalti batu bara hingga Rp 33,8 triliun per tahun. Sebab, menurut UU Cipta Kerja, batu bara yang dialokasikan untuk proyek ini bisa mendapatkan 0 persen royalti.
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
"Ujungnya kan negara kasih insentif, insentifnya royalti 0 persen, berarti ada kehilangan tuh Rp 33,8 triliun estimasinya per tahun," jelas Bhima.
Selain itu, lanjut Bhima, proyek gasifikasi batu bara ini minim diminati investor. Hal ini dibuktikan dengan hengkangnya perusahaan AS Air Products dari produk DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Hal ini disebabkan biaya investasi awal yang mahal dan membutuhkan off taker atau pembeli gas yang dihasilkan dari batu bara tersebut, yang digadang-gadang menjadi substitusi LPG.
ADVERTISEMENT
Bhima menjelaskan, hal ini juga dipersulit dengan kondisi pertambangan batu bara Indonesia yang mayoritas yang terbuka alias open pit. Proyek DME akan lebih mudah di pertambangan close pit.
"Seperti di China itu kan ada juga tambang batu baranya close pit, jadi bisa ditangkap gasnya. Jadi spesifikasi tambangnya pun juga berbeda," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menghidupkan lagi proyek DME batu bara. Rencana itu diungkap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/3) malam.
"Kita juga mau bangun DME yang berbahan baku daripada batu bara low (rendah) kalori sebagai substitusi daripada LPG. Ini kita lakukan agar produknya bisa dipasarkan sebagai substitusi impor," kata Bahlil.
Katanya, saat ini pemerintah tidak butuh investor baru. Arahan Prabowo, akan memanfaatkan sumber dari dalam negeri semua.
ADVERTISEMENT
"Yang kita butuh dari mereka cuma teknologinya, hari ini teknologi kita butuh, uang capex (modal) dari pemerintah, swasta nasional. Bahan baku dari kita, offtaker kita juga. Jadi enggak ada lagi ketergantungan dengan pihak lain," jelasnya.
Untuk modalnya, Bahlil menyebut akan dibiayai dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang baru berdiri. Lokasi proyek DME yang akan dikembangkan ada di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dam Kalimantan Selatan.