Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan B40 di Tengah Penurunan Produksi CPO

5 November 2023 8:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Arifin Tasrif melepas uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Arifin Tasrif melepas uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Produktivitas kelapa sawit masih menjadi isu kritis di tengah meningkatnya kebutuhan global terhadap minyak nabati yang sangat tinggi dalam 15 tahun terakhir. Situasi ini diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Apalagi fluktuasi harga yang tidak terduga sangat mungkin terjadi mengingat dalam 3 tahun terakhir pasar memberikan reaksi yang luar biasa besar terkait perubahan gangguan pasokan.
Produksi kelapa sawit dunia diprediksi akan mengalami penurunan selama 10 tahun ke depan dengan rata-rata hanya 1,7 juta ton per tahun hingga 2030. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, yakni periode 2010 hingga 2020 di mana kenaikan produksi rata-rata mencapai 2,9 juta ton.
Tabel produksi CPO periode 2018-2022. dok GAPKI
Konsumsi minyak nabati global selama 10 tahun ke belakang terus mengalami peningkatan signifikan, terutama untuk kebutuhan makanan, energi dan oleokimia.
“Dengan perkiraan yang ada ini, diperkirakan akan terjadi defisit produksi global pada tahun 2024, maka diprediksi akan terjadi kenaikan harga minyak nabati,” kata peneliti minyak nabati global dari Oil World, Thomas Mielke dalam presentasinya di Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Thomas menjabarkan jika sebanyak 20 persen kebutuhan oils dan fats dunia digunakan untuk sektor energi terbarukan seperti biodiesel dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun yang lain.
Peneliti minyak nabati global dari Oil World, Thomas Mielke dalam presentasinya di Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Rabu (3/11). dok GAPKI
Produksi biodiesel pada tahun 2023 mengalami kenaikan hingga 57 juta ton. Sebanyak 10,5 juta ton di antaranya adalah produksi biodiesel Indonesia.
“Peningkatan yield per hektare di tengah keterbatasan lahan akibat adanya kebijakan moratorium harus segera dilakukan jika Indonesia tetap ingin menjadi produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia,” tegas Thomas.
Hal senada diungkapkan CEO dan Founder Transgraph, Nagaraj Meda. Menurutnya, peningkatan konsumsi industri minyak nabati secara global didorong oleh Amerika Serikat dan Indonesia. Kebijakan Indonesia untuk melanjutkan implementasi biodiesel B35 dan akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2024 akan meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit hingga 12,45 juta metrik ton.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan peningkatan investasi terhadap energi terbarukan. Ini juga akan meningkatkan konsumsi minyak nabati di Amerika Serikat.
Pagelaran Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Hotel Westin Bali, Rabu (3/11). dok GAPKI
Direktur Godrej Internasional, Dorab Mistry menyatakan Indonesia menjadi titik sentral dari faktor-faktor yang menentukan harga. Produksi kelapa sawit Indonesia yang merupakan eksportir sawit terbesar dunia ditambah dengan adanya ancaman dampak el nino, sehingga reaksi Indonesia terhadap kondisi pasar menjadi sangat penting.
“Secara makro, harga untuk tahun depan dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga FED, seberapa parah kemungkinan resesi tahun 2024, berakhirnya perang di Ukraina dan Gaza, dan perkembangan harga Dolar Amerika,” ujar Dorab.
Di sisi lain, menurutnya, jumlah pasokan minyak nabati di tengah el nino, serta mandatori biofuel di Indonesia dan negara lainnya seperti Brasil, serta pertimbangan para kandidat Presiden Amerika Serikat terkait subsidi yang lebih besar untuk biofuel akan sangat menentukan besarnya kebutuhan minyak nabati global.
ADVERTISEMENT