Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Syarat PCR untuk Naik Pesawat

25 Oktober 2021 11:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Persiapan fasilitas di Bandara Soekarno-Hatta jelang penerapan wajib PCR untuk penerbangan mulai besok. Foto: Dok. Angkasa Pura II
zoom-in-whitePerbesar
Persiapan fasilitas di Bandara Soekarno-Hatta jelang penerapan wajib PCR untuk penerbangan mulai besok. Foto: Dok. Angkasa Pura II
ADVERTISEMENT
Pemerintah menetapkan hasil negatif COVID-19 berdasarkan tes PCR sebagai syarat wajib dalam penerbangan. Namun, hal ini menuai kontra dari industri pariwisata.
ADVERTISEMENT
Ketentuan calon penumpang pesawat wajib negatif COVID-19 berdasarkan tes PCR tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas COVID-19 Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi COVID-19.
Insan Pariwisata Indonesia (IPI) menilai, perubahan kebijakan pemerintah yang mewajibkan wisatawan lokal di Jawa-Bali yang menggunakan pesawat terbang harus membawa hasil tes swab PCR berdampak menurunnya kunjungan wisatawan.
Ketua Umum DPP IPI I Gede Susila Wisnawa mengatakan, industri pariwisata baru menggeliat dalam beberapa pekan terakhir. Ia pun meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut.
"Kami berharap pemerintah merevisi kebijakan tersebut dan mewajibkan wisatawan menunjukkan kartu vaksin tahap dua dan hasil swab antigen seperti aturan sebelumnya," ujar I Gede Susila kepada kumparan, Senin (25/10).
ADVERTISEMENT
Sekjen IPI Arief Nicky menuturkan, pihaknya mengkhawatirkan kebijakan tersebut kembali berpengaruh negatif pada industri pariwisata. Menurutnya, hingga saat ini saja masih banyak hotel dan restoran yang masih ragu untuk beroperasi.
Infografik Naik Pesawat Wajib PCR. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
"Saat ini masih banyak hotel dan restoran yamg buka tutup melihat perkembangan pandemi. Jangan sampai karena aturan PCR menghambat kebangkitan pariwisata," jelasnya.
Pembina IPI Guntur Subagja Mahardika menjelaskan, geliat industri pariwisata mulai terlihat sejak Bali kembali dibuka, termasuk untuk wisatawan asing.
“Kondisi ini dapat menggerakkan kembali ekonomi rakyat, karena pariwisata memberikan multiplier effect yang besar ke UMKM dan usaha lainnya," jelasnya.
Sebelumnya, Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center Arista Atmaji menilai, ada kejanggalan dalam pemberlakuan aturan yang terkesan dipaksakan tersebut. Dia pun mengamini adanya kemungkinan adanya permainan bisnis dalam beleid teranyar pemerintah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saat ini beberapa pihak dan anggota Komisi VI ada yang menuduh ini sudah menjadi ladang stok PCR. Kalau ada yang menuduh bisnis PCR, menurut saya masuk akal sih," jelas Arista kepada kumparan, Minggu (24/10).
Menurutnya, penilaian seperti itu didasari atas mulai membaiknya geliat penumpang pesawat karena mulai beroperasinya sektor pariwisata. Kebijakan tersebut, menjadi janggal lantaran tidak diberlakukan pada moda transportasi lainnya seperti bus dan kereta api.
Lebih jauh, Arista mengatakan kebijakan tersebut juga berdampak buruk terhadap dunia penerbangan yang baru saja mulai pulih. Biaya PCR yang mencapai Rp 500 ribu, dikhawatirkan akan membebani penumpang dan berujung makin sepinya pengguna moda transportasi udara.
"Timing-nya tidak tepat sama sekali, saat traffic penumpang dan maskapai mulai bergerak naik ada aturan konyol ini. Saya mempertanyakan Kemendagri yang mengatur PCR untuk maskapai, harusnya pihak netral seperti Satgas COVID-19," ujar Arista Atmaji.
ADVERTISEMENT
===
Jangan lewatkan informasi seputar Festival UMKM 2021 kumparan dengan mengakses laman festivalumkm.com. Di sini kamu bisa mengakses informasi terkait rangkaian kemeriahan Festival UMKM 2021 kumparan, yang tentunya berguna bagi para calon dan pelaku UMKM.