Pemerintah Dinilai Ragu-ragu Alokasikan Anggaran untuk Hadapi Corona

31 Maret 2020 22:12 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menkes Terawan Agus Putranto saat konferensi pers terkait virus corona di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menkes Terawan Agus Putranto saat konferensi pers terkait virus corona di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Komunikasi publik yang dilakukan pemerintah selama pandemi virus corona dinilai buruk. Pendiri INDEF dan Ekonom Senior Didik J Rachbini mengkritik Presiden Jokowi dan para jajaran menterinya dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Buruknya komunikasi publik itu menurut Didik, terlihat saat Jokowi mengumumkan besaran dana yang disiapkan pemerintah untuk menanggulangi dampak virus corona. Besaran dana yang berubah-ubah tersebut menunjukkan pemerintah ragu-ragu.
"20 Maret, Presiden Jokowi launching PP mengalokasikan Rp 10 triliun untuk corona, beberapa hari kemudian ada Rp 19 triliun untuk corona, dikritik naik lagi jadi Rp 27 triliun, naik lagi Rp 60 triliun, dan sampai sekarang 405 triliun walaupun semua tidak langsung. Itu hal bagus. Tapi menurut saya pemerintah enggak boleh ragu-ragu," ungkap Didik saat live streaming, Selasa (31/3).
Menurut Didik, hasil riset INDEF terbaru menunjukkan selama kurun waktu 27 Februari 2020 hingga 22 Maret 2020 terdapat 145.000 perbincangan soal outbreak corona di media sosial. Perbincangan itu dilakukan oleh sekitar 135 ribu orang, tidak termasuk buzzer.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, dari jumlah itu, 66,28 persennya terlihat bahwa perbincangan bernada negatif. Hanya 33,72 persen masyarakat yang membicarakan pandemi ini dalam sentimen positif.
Kemudian, banyak figur pemerintahan menjadi inti perbincangan. Dua orang figur yang paling banyak dibicarakan publik adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putrato dan tentu saja Presiden Jokowi. Sayangnya, masyarakat membicarakan dua sosok tersebut dalam sentimen negatif.
"Itu komunikasi publik dan figur publik yang dipercakapkan 135 ribu orang, ada 2 orang yang sentimen negatif yaitu pertama Menkes. Kritiknya cukup keras, seperti mencla mencle," ujar Didik.
Data riset INDEF menunjukkan ada sekitar 16.505 perbincangan soal Menkes Terawan. Namun hampir 90 persennya bernada negatif.
Presiden Joko Widodo tinjau Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Yang makin mengejutkan, hal yang sama juga terjadi pada Presiden Jokowi. Dari 8.666 perbincangan di media sosial, sekitar 70-80 persennya bernada negatif. Didik menyayangkan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Yang mengagetkan Presiden Jokowi sebagai figur negatif. Ini harus dihindari. Presiden sebagai figur utama tidak boleh ditampilkan atau menampilkan diri tidak dipercaya di saat kondisi seperti sekarang ini. Jadi enggak boleh presiden ragu-ragu dan sekarang ada tanda-tanda presiden itu ketika mau keluarkan UU darurat sipil menjadi tertawaan publik," ujarnya.
Untuk itu, kata Didik, perlu tindakan kolektif untuk memperbaiki kondisi saat ini. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Pertama, pemerintah harus jujur dan transparan.
Kedua, pemerintah harus bisa dipercaya. Ketiga, pemerintah harus tampil dengan keyakinan diri dan tidak mencla-mencle.
"Tiga aspek ini dipertanyakan oleh masyarakat. Data yang update siang itu adalah data dua tiga hari lalu. Makanya kejujuran itu penting," ujarnya.
ADVERTISEMENT