Pemerintah Dirikan Lembaga Pengelola Investasi, Investor Asing Tertarik?

31 Desember 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi pembangunan infrastruktur Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pembangunan infrastruktur Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah resmi mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Lembaga ini dibentuk untuk menghimpun dana investor terutama asing agar bisa membiayai proyek infrastruktur nasional.
ADVERTISEMENT
Lembaga ini dibentuk di tengah pandemi corona dengan modal awal Rp 15 triliun dari APBN 2020 dan sisanya Rp 60 triliun akan diambil dari APBN 2021. Apakah modal yang besar ini bisa menggaet investor asing masuk Indonesia? Berapa imbal hasilnya?
Menurut pengamat pasar modal, Profesor Adler Haymans Manurung, SWF itu sebuah fund yang diciptakan pemerintah Indonesia yang isinya aset pemerintah dan dijual ke investor luar negeri.
SWF sebagai kumpulan dana dikelola oleh Manajer Investasi (MI), menurut Adler, tidak bisa menjanjikan return karena secara filosofis tidak ada satu pun MI yang bisa melakukan itu.
Meski MI tidak bisa menjanjikan imbal hasil, secara normal hitungannya menggunakan model Capital Asset Pricing Model (CAPM) untuk mengukur risiko sebuah aset yang dijadikan investasi dengan besaran return yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
"MI yang benar tidak memberikan kepastian return, tetapi transparansi investasi diperlukan sehingga tahu berapa return-nya," kata Adler saat dihubungi kumparan, Kamis (31/12).
Akan tetapi, model CAPM tidak cukup karena harus menambahkan biaya lindung nilai (cost of hedging). Dengan begitu, return yang diharapkan investor luar negeri berasal dari risk-free rate ditambah risk premium dan cost of hedging.
Saat ini, risk-free rate yaitu yield dari Surat Perbendaharaan Negara bisa sekitar 5-6 persen, risk premium 2-4 persen, dan hedging cost 5,25-6 persen, sehingga return yang diharapkan 12,25- 16 persen.
"Apakah ini terlalu tinggi? Investor luar negeri tersebut harus membandingkan dengan investasi di negerinya sendiri," lanjutnya.
Menurut Adler, jika pengembalian investasi di negara asalnya sama dengan yang mereka dapatkan di SWF Indonesia, kemungkinan investor tersebut tidak akan investasi yang ditawarkan pemerintah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jika situasi bullish maka return-nya bisa jauh di atas nilai tersebut. Pemerintah Indonesia harus profesional yang memahami asset management untuk memberikan kepercayaan kepada investor asing," ujar Adler.
Pekerja infrastruktur di Jakarta, Rabu (12/9/2018). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan tiga produk hukum terkait Lembaga Pengelola Investasi per 15 Desember 2020 lalu. Salah satunya PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI.
PP ini mengatur mengenai tata kelola dan operasional LPI yang diadaptasi dari praktik-praktik lembaga sejenis yang memiliki reputasi terbaik di dunia, yang mengedepankan prinsip independensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Aturan ini juga menegaskan bahwa LPI tidak bisa dipailitkan, kecuali dibuktikan melalui insolvency test. Kemudian, LPI tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan melalui insolvency test oleh lembaga independen yang ditunjuk Menteri Keuangan.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga performa LPI, pemerintah juga telah melakukan pencegahan dan antisipasi jika nantinya LPI merugi. Salah satunya memilih Dewan Direksi dan Dewan Pengawas secara profesional dan memiliki reputasi bagus.
Selain itu, mekanisme investasi dipilih dengan cermat. Hal ini untuk mencegah kerugian akan dilakukan lebih dahulu.
Dewan Direktur menetapkan batas toleransi kerugian investasi LPI setelah berkonsultasi dengan Dewan Pengawas. Jika batas toleransi ini terlampaui, Dewan Direktur melaporkan dan membahas langkah yang harus diambil bersama Dewan Pengawas.