Pemerintah Jepang Kucurkan Rp 372 T untuk Atasi Resesi Seks yang Makin Gawat

2 Juni 2023 9:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bayi-bayi yang digendong oleh orang tuanya memulai pertandingan "Baby-cry Sumo", di kuil Sensoji di Tokyo, Jepang, pada 22 April 2023. Foto: Philip Fong/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Bayi-bayi yang digendong oleh orang tuanya memulai pertandingan "Baby-cry Sumo", di kuil Sensoji di Tokyo, Jepang, pada 22 April 2023. Foto: Philip Fong/AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah Jepang mengucurkan dana senilai USD 25 miliar atau setara dengan Rp 372,7 triliun (kurs Rp 14.908) untuk mengatasi masalah resesi seks yang semakin gawat.
ADVERTISEMENT
Mengutip Channel News Asia (CNA), Jumat (2/6), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, mengungkapkan dana tersebut bakal dikucurkan ke masyarakat dalam bentuk subsidi langsung. Dengan rincian bantuan keuangan untuk pendidikan dan perawatan prenatal, hingga promosi kerja yang fleksibel dan cuti ayah.
Di sisi lain, Kishida juga sudah menyiapkan sejumlah kebijakan baru, guna mengatasi krisis angka kelahiran. Yakni dengan meningkatkan pendapatan kaum muda dan generasi yang mengasuh anak.
"Kami akan bergerak maju dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat menanggung beban lebih lanjut," kata Kishida.
Kasus resesi seks nyatanya tak terjadi di Jepang saja, hampir seluruh negara maju juga mengalami hal serupa. Namun, masalah resesi seks terparah memang terjadi di Jepang.
Bayi-bayi yang digendong oleh orang tuanya sebelum memulai pertandingan "Baby-cry Sumo", di kuil Sensoji di Tokyo, Jepang, pada 22 April 2023. Foto: Philip Fong/AFP
Jepang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Aturan imigrasi yang relatif ketat berarti menghadapi kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Negara berpenduduk 125 juta jiwa ini mencatat kurang dari 800 ribu kelahiran tahun lalu, terendah sejak pencatatan dimulai. Sementara biaya perawatan lansia melonjak.
"Untuk itu, pemerintah akan menganggarkan sekitar USD 25 miliar selama tiga tahun ke depan untuk mengatasi masalah tersebut," ujar dia.
Sayangnya kebijakan yang diambil Kishida menuai kritik. Sebab, Kishida dinilai gagal untuk mengidentifikasi sumber pendanaan selain pemotongan pengeluaran di tempat lain dan meningkatkan ekonomi.