Pemerintah Jepang Tetap Tambah Anggaran USD 92 Miliar Meski Rasio Utang Bengkak

15 Desember 2024 13:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menghadiri konferensi pers di kantor perdana menteri di Tokyo, Jepang, Senin (11/11/2024). Foto: Kiyoshi Ota / POOL / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menghadiri konferensi pers di kantor perdana menteri di Tokyo, Jepang, Senin (11/11/2024). Foto: Kiyoshi Ota / POOL / AFP
ADVERTISEMENT
Kabinet Jepang baru saja menyetujui anggaran tambahan sebesar ¥ 13,9 triliun (sekitar USD 92 miliar) untuk mendanai paket stimulus ekonomi Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
ADVERTISEMENT
Namun tambahan anggaran ini mendapat sorotan karena rasio utang pemerintah Jepang makin jumbo atau setara dengan lebih dari 250 persen dibanding (Gross Domestic Produtct) GDP, menurut Dana Moneter Internasional.
Mengutip Bloomberg Minggu (15/11), anggaran tambahan ini akan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk ¥ 5,75 triliun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah Jepang, ¥ 3,39 triliun untuk meredam dampak inflasi, serta ¥ 4,79 triliun untuk keamanan dan kebijakan sosial.
Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan ¥ 1,03 triliun untuk subsidi harga bensin dan ¥ 490,8 miliar untuk bantuan tunai bagi rumah tangga berpendapatan rendah.
Namun, sebagian besar pendanaan stimulus ini bergantung pada penerimaan pajak tambahan sebesar ¥ 3,83 triliun dan sisa anggaran dari tahun sebelumnya, sehingga pemerintah hanya perlu menerbitkan obligasi tambahan senilai ¥ 6,69 triliun.
ADVERTISEMENT
Meski langkah ini dinilai strategis untuk mengurangi beban utang baru, kondisi keuangan Jepang tetap menjadi sorotan, terutama dengan meningkatnya biaya pembayaran utang akibat kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan.
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba berbicara kepada media di markas besar Partai Demokratik Liberal (LDP), Minggu (27/10/2024). Foto: Takashi Aoyama/Pool via REUTERS
Dengan kebijakan moneter yang mulai mengetat sejak Maret lalu dan ekspektasi kenaikan suku bunga pada akhir tahun ini, beban bunga utang Jepang diperkirakan akan semakin berat.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan ekonom yang mempertanyakan apakah stimulus besar ini sepadan dengan risiko fiskal yang diambil.
“Langkah Ishiba ini juga memicu perdebatan mengenai perlunya pengeluaran besar-besaran di saat ekonomi Jepang menunjukkan pemulihan yang cukup stabil,” tulis Bloomberg.
Data terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Jepang pada musim panas lalu mengalahkan estimasi konsensus, menandakan adanya momentum positif. Namun, pemerintah tetap mendorong stimulus dengan alasan mendukung pertumbuhan berkelanjutan dan melindungi kelompok rentan.
ADVERTISEMENT
“Stimulus ini berisiko memicu ketergantungan pada pengeluaran fiskal besar-besaran, yang bisa menjadi tantangan serius dalam jangka panjang, terutama jika kita mempertimbangkan tingkat utang Jepang yang sudah sangat tinggi,” ujar seorang analis ekonomi kepada Bloomberg.
Langkah ini juga dipandang sebagai strategi politik Perdana Menteri Ishiba menjelang pemilihan umum. Dengan mengusulkan anggaran tambahan yang sedikit lebih besar dari paket tahun lalu senilai ¥ 13,2 triliun di bawah mantan Perdana Menteri Fumio Kishida, Ishiba menunjukkan komitmennya untuk memenuhi janji kampanye.
Namun, kritik muncul bahwa fokus pada pengeluaran besar ini lebih bertujuan mendongkrak popularitas ketimbang benar-benar memperkuat perekonomian.
Sementara itu, Kementerian Keuangan Jepang belum memberikan komentar terkait dampak jangka panjang anggaran tambahan ini terhadap stabilitas fiskal negara.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi keuangan yang semakin tertekan, banyak pihak kini menantikan bagaimana pemerintah Jepang akan menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan utang negara.
Bloomberg menghubungi Kementerian Keuangan Jepang untuk meminta komentar, tetapi belum mendapat tanggapan.