Pemerintah Masih Godok Penerapan Bioetanol untuk BBM, Berapa Harganya?

23 Januari 2023 11:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi kunjungan kerja ke  Pabrik Bioetanol PT. Enero PTPN X Jalan Raya Gempolkerep, Kecamatan Gedeg, Mojokerto, Jawa Timur pada Jumat (4/11/2022). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi kunjungan kerja ke Pabrik Bioetanol PT. Enero PTPN X Jalan Raya Gempolkerep, Kecamatan Gedeg, Mojokerto, Jawa Timur pada Jumat (4/11/2022). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini masih menggodok implementasi bahan bakar nabati (BBN) bioetanol 5 persen (E5) yang berasal dari tebu untuk campuran BBM.
ADVERTISEMENT
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan hingga saat ini belum ada penambahan kapasitas produksi bioetanol fuel grade di Indonesia, yaitu masih di angka 40.000 kiloliter (KL).
Adapun produksi bioetanol tersebut akan dipasok sekitar 30.000 KL dari pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto, sementara 10.000 KL sisanya dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.
Dengan kapasitas tersebut, lanjut Edi, rencananya E5 akan diimplementasikan terlebih dahulu di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Pihaknya masih menunggu kesiapan badan usaha (BU) BBN maupun BU BBM.
"Saat ini masih dibahas dan dipastikan kembali kesiapan implementasinya, baik kesiapan BU BBN dan BU BBM serta harganya," ujarnya saat dihubungi kumparan, Senin (23/1).
ADVERTISEMENT
Adapun untuk bocoran harga BBM campuran bioetanol tersebut, Edi tidak membeberkan dengan detail, namun dia berharap harganya sama dengan BBM kadar oktan (RON) 92 seperti Pertalite.
"Diharapkan seperti harga BBM gasoline RON 92," ungkapnya.
Selain tebu, dia menuturkan pada dasarnya produksi bioetanol untuk BBM bisa dari singkong, sorgum, batang sawit, sagu, dan lain-lain. Namun, pemerintah harus memastikan keekonomiannya, sehingga campuran E5 masih diproduksi dari tebu.
"Betul (hanya tebu), dulu di Lampung ada dari Singkong, tetapi kalah untuk pangan atau makanan keekonomiannya," kata Edi.
Sebelumnya, Edi memaparkan total kebutuhan atau konsumsi BBM gasoline nasional adalah sekitar 40-45 juta KL setiap tahunnya. Dengan demikian, pasokan 40.000 KL dari campuran bioetanol hanya mencakup 0,1 persen dari total kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Edi melanjutkan, pemerintah akan menyiapkan rencana jangka panjang mengenai pengembangan pabrik tebu maupun penyediaan lahan kebunnya. Hal ini untuk mendukung pengembangan produk bioetanol hingga E20.
Hal tersebut seiring dengan regulasi pemerintah terakhir tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 mengatur pengembangan bioetanol E5 pada 2020 dan secara bertahap meningkat ke E20 pada 2025.
Meski begitu, dia menjelaskan pengembangan ini sempat terkendala masalah harga di tahun 2015, sehingga target kadar bioetanol yang akan diluncurkan sempat diturunkan menjadi 2,5 persen. Hal ini lantaran tidak ada insentif seperti biodiesel yang dibantu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Kebetulan pengembangan bioetanol itu tidak ada insentif seperti biodiesel kan, mekanisme APBN juga tidak ada, kalau biodiesel masih ada dari dana sawit, kalau bioetanol ini tidak ada," jelas Edi kepada wartawan di kantor Lemigas, Senin (21/11/2022).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kata Edi, pemerintah juga akan mencoba mencari kombinasi pendanaan dan insentif yang terbaik agar program ini terimplementasi dengan baik dan tidak memberatkan para pihak terkait.