Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana mengubah permukiman kumuh menjadi hunian vertikal. Untuk proses tersebut, pemerintah juga sudah melakukan penghitungan lahan di beberapa kawasan kumuh yang ada.
ADVERTISEMENT
“Kami ada kerja sama kemarin dengan ITB, menghitung kawasan kumuh di beberapa tempat. Kawasan kumuh itu misalnya 5 hektare, ternyata dari 5 hektare itu, kira-kira seperempatnya itu, bisa dipakai untuk membangun kawasan (hunian) vertikal,” kata Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah dalam Rapat Koordinasi Perumahan Perdesaan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat pada Selasa (29/4).
“Semua rumah kumuh dinaikkan secara gratis di kawasan vertikal,” lanjutnya.
Dengan rencana tersebut nantinya akan ada lahan sisa selain lahan yang digunakan untuk hunian vertikal bagi pemukim di kawasan kumuh yang direlokasi. Pembangunan lahan sisa tersebut nantinya dapat diserahkan kepada swasta melalui koordinasi dengan pemilik lahan kawasan kumuh sebelumnya.
“Sisanya 3/4 (lahan sisa) kita bisa ngomong sama swasta, kalau swasta yang mau membangun silakan, artinya ongkos untuk membangun rumah vertikal itu mereka yang akan bayar, tapi sisa tanahnya mereka bicara dengan pemilik lahan yang ada di situ,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan konsep itu, Fahri bilang nantinya pemukim di kawasan kumuh yang memiliki izin tinggal dapat memperoleh sesuatu yang lebih terkait lahan sisa selain hunian pengganti tergantung kesepakatan yang dicapai.
“Kalau tadi kawasan kumuh itu dia tidak punya izin sama sekali tinggal di situ, maka dia boleh mendapatkan rumah vertikal, tapi dia tidak perlu mendapatkan saham di tanah sisanya itu. Tapi kalau tadinya dia adalah penghuni yang legal di situ, dia punya alasan hak, maka perlu dipertimbangkan, mereka mendapatkan lebih dari sekadar rumah yang mereka huni,” kata Fahri.
Fahri mengeklaim masalah kawasan kumuh utamanya yang berada di bantaran sungai dapat diatasi. Nantinya kawasan bantaran sungai juga dapat ditata secara lebih rapi dan bersih.
ADVERTISEMENT
“Di luar negeri kalau kita tinggal di hotel, ada tulisan riverview, riverside, itu mahal harganya. Karena river-nya itu bersih. Kalau di kita, kalau kita tinggal di namanya riverview, riverside, itu artinya kita tinggal di kawasan kumuh. Mesti dilakukan konversi besar-besaran,” ujarnya.
Perihal hunian vertikal, Fahri juga menyinggung soal tradisi masyarakat Indonesia untuk memiliki hunian vertikal belum terlalu kuat. Untuk itu Ia ingin ada kampanye terkait hunian vertikal khususnya di perkotaan. Ia memberi contoh China sebagai negara yang sudah tidak membolehkan pembangunan rumah tapak.
“Tanah adalah alat produksi, kalau tanah itu dibikin rumah atau bangunan maka alat produksi kita berkurang. Kalau alat produksi kita berkurang, produktivitas nasional terancam terutama untuk pangan. Karena itulah kemudian, harusnya memang di kota-kota itu rumah landed kalau bisa semakin dikurangi, kita bangun tradisi vertikal sekarang,” kata Fahri.
ADVERTISEMENT