Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana mengubah tarif listrik sesuai harga keekonomian. Hal ini nantinya akan berdampak pada kenaikan tagihan listrik para pelanggan.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, langkah tersebut dilakukan demi menekan beban APBN. Menurutnya, sejak 2017 pemerintah memberlakukan tarif listrik yang tidak berubah. Padahal, harga bahan bakar serta kurs dolar AS juga terus bergerak.
Selama ini, selisih antara harga keekonomian dan tarif listrik yang dibayarkan pelanggan, dibayar oleh pemerintah melalui APBN. Ini dilakukan melalui skema kompensasi ke PLN.
"Sejak 2017 kan memang kita tidak mengubah tarif listrik. Dan untuk segmen ini disebutnya kompensasi yang setiap tahunnya dibayarkan APBN ke PLN," ujar Rida saat rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (7/4).
Dia menjelaskan, saat ini total pelanggan PLN ada 38 golongan. Sebanyak 25 golongan mendapatkan subsidi, sedangkan 13 golongan lainnya merupakan non subsidi yang selama ini tarifnya tidak diubah.
ADVERTISEMENT
"Dari total 13 golongan itu, totalnya ada 42 juta pelanggan," jelasnya.
Berdasarkan perhitungan pemerintah, jika nantinya harga listrik mengikuti harga keekonomian, maka kira-kira tambahan biaya listrik yang harus dibayar pelanggan sekitar Rp 18.000 hingga Rp 31.000 per bulan.
"Ini tapi juga sesuai dengan golongannya. Dari yang 900 VA sampai yang 3.300 VA," kata dia.
Rida mencontohkan, untuk pelanggan 900 VA non subsidi, tagihan listriknya rata-rata Rp 166.000 per bulan. Jika memang tarif penyesuaian atau adjustment ini dilepas, maka tambahan biaya listrik naik Rp 18.000 per bulan.
Sedangkan untuk pelanggan 1.300 VA akan bertambah Rp 10.800 per bulan. Sedangkan untuk pelanggan 2.200 VA bisa tambah Rp 31.000 per bulan. Sementara untuk kelompok 3.300 VA bisa mencapai Rp 101.000 per bulan.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan untuk kelompok industri besar seperti Indofood, atau industri semen seperti itu, tambahannya bisa mencapai Rp 2,9 miliar per bulan," kata Rida.
Meski demikian, kebijakan tersebut belum ditentukan waktunya. Namun, pemerintah memberikan sinyal untuk melakukan kebijakan tersebut bersamaan dengan penyesuaian skema pemberian subsidi energi di 2022.
“Skema subsidi baru mungkin akan dilakukan pada 2022,” jelasnya.
"Apakah ini akan sekaligus dinaikan. Atau cuma beberapa kalangan aja, atau semua disesuaikan sekaligus dan bertahap sudah ada skenarionya untuk kompensasinya," tambahnya.