Pemerintah Nilai Keberatan Freeport Soal Tarif Pajak Tak Beralasan

21 Februari 2017 19:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
CEO Freeport Richard Aderkson dan Chappy Hakim. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
PT Freeport Indonesia (PTFI) mengaku keberatan atas model tarif pajak baru yang ada di dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam kontrak baru tersebut, Freeport akan dikenakan tarif pajak prevailing atau tarif pajak mengikuti peraturan, tidak lagi mengikuti tarif nailed down atau pajak tetap seperti yang ada di dalam Kontrak Karya (KK).
ADVERTISEMENT
Rinciannya saat rezim KK, pemerintah menetapkan aturan pajak tetap kepada perusahaan dengan tarif PPh Badan 35 persen, royalti PNBP komoditas tembaga 4 persen, emas 3,75 persen, dan perak sebesar 3,25 persen. Sedangkan dalam IUPK tarif PPh Badan menjadi 25 persen. Namun, ada tambahan lain seperti dividen, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dan pajak penjualan (sales tax) sebesar 2,3-3 persen.
Atas dasar itu, Freeport tak mau menerima perubahan status dari KK menjadi IUPK yang diberikan Kementerian ESDM. Freeport lebih memilih menghentikan operasi.
Freeport (ilustrasi) (Foto: Reuters/Stringer)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan alasan Freeport tidak masuk akal.
"Masalah keberatan kan masalah mereka (Freeport), tapi yang PP No 1/2017 sudah ada Peraturan Menteri ESDM juga sudah ada pemerintah konsisten dengan itu. Kalau terkait dengan perpajakannya mereka hitung beneran apakah bener nimbulin beban pajak yang besar atau ngerugiin," kata Hestu saat ditemui di Gedung Mar'ie Muhamad, Kompleks Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (21/2).
ADVERTISEMENT
Hestu menjelaskan secara umum tarif pajak di Indonesia mengalami pemangkasan. Misalnya tarif PPh Badan yang saat ini sebesar 25 persen dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Tarif tersebut terbilang rendah dan telah mengalami pemangkasan secara bertahap. Contoh di 2008 tarif PPh Badan masih sebesar 30 persen kemudian turun menjadi 28 persen di tahun 2009 dan di tahun 2010 menjadi 25 persen.
"Tren pajak kan turun tarif dan sebagainya. Harus dipikir kembali beralasan enggak," sindir Hestu.