Pemerintah Perlu Bangun 1,3 Juta Rumah per Tahun untuk Atasi Backlog Perumahan

23 Oktober 2023 19:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara sebuah kompleks perumahan yang sedang dibangun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara sebuah kompleks perumahan yang sedang dibangun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah diminta untuk mengatasi kekurangan (backlog) perumahan secara cepat. Apalagi di tahun 2045, pemerintah menargetkan seluruh keluarga, utamanya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), telah memiliki rumah atau zero backlog.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan di tahun lalu mencapai 12,7 juta. Pengamat Properti, Panangian Simanungkalit, mengatakan untuk mengatasi hal tersebut pemerintah perlu membangun 1,3 juta unit rumah per tahun.
Panangian merinci, ketika di masa akhir jabatan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, angka pembiayaan rumah dalam satu tahun mencapai sekitar 200.000 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sayangnya, prestasi tersebut terus turun hingga ke 40.000 unit, sejalan dengan terjadinya krisis.
Secara perlahan, kini penyaluran tersebut naik kembali ke posisi 200.000 unit rumah per tahun setelah Presiden Joko Widodo mengusung Program Satu Juta Rumah.
“Sekarang angka backlog sudah sangat tinggi dan target selanjutnya bagaimana nanti bisa menyalurkan hingga 1,3 juta KPR, sehingga target zero backlog di 2045 bisa tercapai,” kata Panangian dalam keterangannya, Senin (23/10).
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, sektor perumahan juga perlu keberpihakan dari pemerintah. Ia pun mendesak pemerintah segera menerbitkan Undang-Undang Mortgage Banking atau pembiayaan perumahan.
“Apakah mungkin negara (pemerintah) itu turun tangan untuk membuat Undang-Undang Perbankan versi baru, termasuk Undang-Undang Bank Syariah, Undang-Undang Bank Konvensional, dan Undang-Undang Mortgage Banking baik syariah maupun konvensional. Ujungnya kehadiran mereka itu adalah sebagai alat yang bakal membantu pemerintah dalam program rumah rakyat,” jelasnya.
Menurut Panangian, keberpihakan pemerintah juga mendesak dilakukan karena melesatnya sektor perumahan akan turut membantu ekonomi nasional. “Sektor perumahan itu terkait dengan sekitar 180 subsektor lainnya. Jadi kalau saat ini saja, kontribusi sektor perumahan terhadap ekonomi nasional hanya 2 persen saja, bayangkan jika persentase tersebut bisa didongkrak naik maka dampaknya akan lebih dahsyat lagi,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Real Estate Indonesia (REI) menilai pemerintah belum menaruh perhatian khusus terhadap masalah tersebut. Data REI menunjukkan probabilitas penduduk yang tinggal di perkotaan yang akan mencapai 66,6 persen di tahun 2035.
Ketua Umum DPP REI Joko Suranto mengatakan, untuk dapat menuntaskan backlog perumahan dibutuhkan ruang-ruang yang besar terutama di perkotaan untuk mengantisipasi tingginya urbanisasi.
Joko menuturkan, akumulasi tingginya angka kelahiran, besarnya demografi penduduk Indonesia, dan probabilitas penduduk tinggal di perkotaan yang akan mencapai 66,6 persen pada 2035 juga dinilai bakal menjadi kerikil pengentasan backlog perumahan.
Penyebab backlog tak kunjung menunjukkan penurunan signifikan salah satunya karena perizinan yang diperlukan pengembang untuk membangun kompleks perumahan.
Selain itu, anggaran perumahan yang sangat terbatas. Saat ini, anggaran untuk perumahan tidak sampai 10 persen dari total anggaran Kementerian PUPR yang pada 2023 mencapai Rp 154,36 triliun.
ADVERTISEMENT
“Akibat kurang terencananya program perumahan, maka biaya yang harus dikeluarkan pemerintah akibat rumah masyarakat jauh dari tempat kerja justru lebih besar lagi, yakni mencapai Rp 71,4 triliun atau 2,2 juta liter per hari. Anggaran sebesar itu dipakai pemerintah untuk menyuntik subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena macet yang parah di jalan raya terutama di Jabodetabek,” tambahnya.