Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Pemerintah Perlu Percepat Aturan Holistik untuk Jamin Bahan Baku BBM Bioetanol
8 Desember 2024 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selain untuk mengurangi impor BBM, peluncuran Pertamax Green 95 sejak Juni 2023 bertujuan untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor transportasi.
Sayangnya, tujuan baik ini menemui banyak tantangan. New & Renewable Energy-Cleantech-Sustainability-Leadership Development Advisor PT Pertamina New Renewable Energy (PNRE) Andree Harahap mengatakan salah satu tantangannya adalah persaingan pemanfaatan bioetanol untuk pangan, industri, dan bahan bakar.
"Untuk pengolahan (BBM bioetanol ) tidak susah. Justru yang paling susah itu bahan baku karena bersaing dengan industri lain seperti dipakai sebagai bahan makanan hingga kosmetik," kata dia dalam media gathering di Jakarta pekan ini.
Belum lagi, kata dia, bahan baku bioetanol yakni molase, merupakan produk komoditas yang menjadi langganan untuk diekspor. Penawaran dari industri pangan dan industri lain untuk molase, ditambah potensi ekspor yang menarik di kancah internasional, menjadikan ketersediaan pasokan bahan baku utama di dalam negeri menjadi lebih terbatas.
"Sehingga harga bioetanol menjadi lebih tinggi dibandingkan harga BBM dikarenakan kompetisi bahan baku. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada harga jual ke konsumen apabila tidak ada insentif," terangnya.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya adalah perlunya penyediaan lahan cukup luas untuk menanam tanaman bahan baku bioetanol, tidak hanya tebu, tapi juga singkong, jagung, dan sorgum.
"Secara keseluruhan, diperlukan regulasi yang holistik dari hulu ke hilir untuk pengembangan bioetanol untuk bahan bakar kendaraan, termasuk regulasi menjadikan bioetanol untuk bahan bakar kendaraan sebagai mandat, seperti halnya yang diimplementasikan terhadap program biodiesel," ucap Andree.
Sesuai dengan peta jalan bioetanol pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 40 tahun 2023, target penyediaan bioetanol nasional mencapai 1,2 juta kiloliter (KL) per tahun pada tahun 2030.
Sementara, tingkat kapasitas produksi bioetanol fuel grade saat ini baru mencapai 63 ribu KL per tahun, sehingga terdapat gap supply dan demand yang akan semakin besar seiring dengan meningkatnya proyeksi penggunaan BBM dengan campuran bioetanol.
ADVERTISEMENT
Saat ini, bioetanol 5 persen telah menjadi campuran Pertamax Green 95 yang diluncurkan tahun lalu oleh PT Pertamina Patra Niaga dan telah tersedia di 101 SPBU di Jabodetabek dan Surabaya.
Minta Ada Penugasan hingga Harga Khusus
Pertamina sebagai BUMN energi yang memiliki peran strategis dalam mendukung swasembada energi nasional telah memiliki peta jalan dan inisiatif pengembangan bioetanol. Saat ini PNRE bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioetanol berbasis molase di Glenmore, Banyuwangi, dengan kapasitas 30 ribu KL per tahun.
Dalam peta jalannya, Pertamina NRE memiliki rencana-rencana pengembangan bioetanol baik secara organik maupun anorganik melalui diversifikasi beragam sumber bahan baku. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu beri penugasan karena feedstock blm stabil, akhirnya harga yang ada di masyarakat lebih tinggi dari BBM tanpa etanol.
"Padahal impian kita harga BBM-nya sama atau lebih rendah. Kalau value chain sudah ada, jadi lebih efisien," terangnya.
ADVERTISEMENT
Selama ini bioetanol ini kan dikenakan cukai karena sbg bahan baku untuk minuman keras. Sementara Pertamina menggunakannya untuk produksi energi ramah lingkungan dan mengurangi impor BBM.
"Tentunya aturan cukai etanol ini perlu ditinjau lagi. Mungkin bisa (berikan) tax holiday untuk pabrik baru. Kami juga berharap ada dukungan DMO (Domestic Market Obligation) untuk feedstock ini dikaji secara mendalam sehingga feedstock untuk pembuatan bioetanol tersedia dan harganya bersaing," terangnya.