Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pemerintah Rancang RUKN 2024-2060, Konsumsi Listrik Diprediksi Tembus 1.400 TWh
14 September 2024 14:54 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ) tengah menyelesaikan draf Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024-2060. Konsumsi listrik nasional diprediksi mencapai 1.400 terawatt per hour (TWh) pada 2060.
ADVERTISEMENT
Subkoordinator Penyiapan Perencanaan dan Kebijakan Ketenagalistrikan Nasional, Hasan Maksum, menuturkan draf tersebut masih akan disesuaikan dengan perubahan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang saat ini masih berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
"Dalam proyeksi draf RUKN kami, Rencana Umum Ketenagalistikan Nasional yang kami susun sampai tahun 2060, konsumsi tenaga listrik diproyeksikan sekitar 1.400 TWh," ungkapnya dalam Forum Tematis Bakohumas di Bandung, dikutip Sabtu (14/9).
Hasan memaparkan proyeksi konsumsi listrik tersebut akan didominasi oleh sektor industri sekitar 44 persen, kemudian rumah tangga 22 persen, bisnis 16 persen, kemudian kendaraan bermotor listrik 8 persen, publik 6 persen, dan untuk memproduksi green hydrogen sebesar 4 persen.
Proyeksi tersebut dengan catatan sudah memperhitungkan rencana-rencana pembangunan kawasan industri, kawasan ekonomi khusus (KEK), smelter, dan destinasi pariwisata. Kemudian untuk produksi green hydrogen juga direcanakan akan memanfaatkan potensi tenaga air yang ada di Papua.
ADVERTISEMENT
Namun, Hasan menegaskan bahwa draf RUKN ini masih fleksibel mengikuti KEN yang disusun oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Pasalnya, dalam RPP KEN disebutkan bahwa konsumsi listrik per kapita nasional mencapai 5.000 sampai 6.500 kilowatt per hour (kwh) per kapita di tahun 2060.
"Makanya draf RUKN yang kami sampaikan ini akan mengikuti dengan draf KEN yang disusun," ujar Hasan.
Sementara dari di sisi supply atau produksi tenaga listrik dalam perencanaan hingga 2060, akan didominasi oleh sumber dari energi baru dan energi terbarukan (EBET) seperti surya, angin, arus laut, bioenergi, panas bumi, serta penggunaan green ammonia dan green hydrogen untuk pembangkit fosil.
"Batu bara sampai tahun 2032 akan tetap cenderung naik, namun setelah tahun 2032 produksi tenaga listrik dari batu bara ini akan semakin turun karena adanya co-firing dengan biomassa atau PLTU digantikan dengan energi baru seperti ammonia," jelas Hasan.
ADVERTISEMENT
Hasan melanjutkan, di dalam draf RUKN yang disusun ini menetapkan total kapasitas terpasang pembangkit listrik di tahun 2060 sebesar 367 gigawatt (GW), terdiri dari PLTS sekitar 115 GW, PLTB 17 GW, PLTA 46 GW, PLTG yang akan menggunakan hidrogen sebesar 25 GW, kemudian PLTG yang dilengkapi CCS sebesar 12 GW.
Kemudian, PLTN direncanakan sebesar 9 GW, PLTP sebesar 24 GW, dan PLTU yang ke depannya akan diretrofit menggunakan ammonia sebesar 41 GW, serta PLTU yang akan menggunakan co-firing dan dilengkapi dengan CCS sebesar 31 GW.
"Di dalam draft RUKN ini, penambahan PLTU itu dibatasi sesuai Perpres No 112 Tahun 2022," imbuh Hasan.
Selain itu, dalam perencanaan RUKN, PLTA maupun PLTP yang memerlukan waktu pembangunan cukup lama dan diproyeksikan baru akan beroperasi (CoD) setelah tahun 2032, maka sebelum tahun 2032 ini akan dipenuhi oleh pembangkit variabel (VRE) baik PLTS maupun PLTB dan PLTG.
ADVERTISEMENT
"Kemudian untuk PLTN ini direncanakan CoD mulai tahun 2033 dan PLTA di Papua ini direncanakan untuk memproduksi green hydrogen dan green ammonia," tutur Hasan.
Hasan melanjutkan, porsi pembangkit EBET di tahun 2024 ini ditargetkan sekitar 19 persen dalam energi primer, dan terus meningkat dan di tahun 2060 ditargetkan mencapai 84 persen. Bauran EBET ini akan lebih tinggi dari bauran energi fosil mulai tahun 2041 sebesar 51 persen.
Rencana Transmisi Listrik
Hasan menambahkan, dalam draf RUKN tersebut juga akan tercantum rencana pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik sampai tahun 2060. Rencananya akan ada interkoneksi dari Sumatera ke Pulau Jawa, serta interkoneksi dari Pulau Kalimantan ke Pulau Jawa.
Menurutnya, permintaan atau kebutuhan tenaga listrik paling besar sampai tahun 2060 akan tetap ada di Pulau Jawa, sedangkan Pulau Jawa memiliki keterbatasan potensi energi baru dan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya interkoneksi antara Sumatera dan Jawa maka potensi-potensi panas bumi dan air di Sumatera itu dapat dikembangkan, begitu juga di Kalimantan. Kalimantan ini banyak potensi-potensi air yang akan dikembangkan dan ditransfer untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik ke Pulau Jawa," jelas Hasan.
"Kemudian juga ke depannya akan ada interkoneksi ke pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur ini untuk memaksimalkan potensi energi surya yang ada di Nusa Tenggara Timur," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan seluruh fraksi di Komisi VII DPR menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tenting Kebijakan Energi Nasional.
RPP KEN tersebut selanjutnya diproses oleh Menteri ESDM selaku Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahlil mengungkapkan isi dan perubahan dari RPP KEN yang sudah disetujui pemerintah dan Komisi VII DPR RI.
ADVERTISEMENT
"RPP Kebijakan Energi Nasional mencakup, satu penambahan Bab dari 6 Bab menjadi 7 Bab, penambahan Pasal dari 33 Pasal menjadi 93," kata Bahlil melalui keterangan tertulis, Jumat (6/9).
Rinciannya yakni 1 Pasal tetap, 39 Pasal berubah bersifat substantif, 4 Pasal berubah tidak bersifat substantif, dan 49 Pasal penambahan Pasal baru.
Bahlil menjelaskan landasan penyusunan RPP KEN tersebut meliputi perubahan lingkungan strategis yang signifikan baik nasional maupun global, target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, kemajuan pengembangan teknologi energi dan keanekaragaman jenis EBT secara pesat, dan kontribusi terbesar sektor energi dalam memenuhi komitmen nasional pengurangan emisi GRK dan net zero emission (NZE) pada 2060.