Pemerintah Revisi Aturan Gross Split Bisnis Hulu Migas Zaman Jonan

23 Mei 2023 14:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengeboran Migas Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengeboran Migas Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split menjadi New Simplified Gross Split. Aturan lama terakhir dibuat pada 2018, saat Kementerian ESDM dipimpin Ignasius Jonan.
ADVERTISEMENT
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Noor Arifin Muhammad mengatakan aturan ini direvisi untuk mendorong pengembangan bisnis hulu migas agar lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif, dan akuntabel.
"Dalam perkembangannya, kontrak Gross Split mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan skema ini dapat dicapai yaitu menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif, serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat," ujar Noor Arifin Muhammad dalam keterangan resmi, Selasa (23/5).
Tujuan lain yang ingin dicapai adalah agar KKKS untuk lebih efisien sehingga mampu mengatasi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan berpijak pada sistem keuangan korporasi, bukan sistem keuangan negara.
ADVERTISEMENT
Noor Arifin memaparkan, selain kontrak Gross Split, Indonesia juga memiliki bentuk kontrak lainnya yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang telah diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan bentuk kontrak.
"Kontrak bagi hasil migas di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan industri. Pemerintah selalu berusaha menyempurnakan kontrak menjadi terus lebih baik. Minat calon investor terhadap dua bentuk kontrak baik Cost Recovery dan Gross Split tetap ada sehingga Pemerintah tetap membuka opsi bentuk kontrak tersebut dalam setiap Penawaran Wilayah kerja (WK) baik untuk WK yang ditawarkan melalui Penawaran Langsung maupun melalui Lelang Reguler," katanya.
Noor Arifin menjelaskan, terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak Gross Split yaitu pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS.
ADVERTISEMENT
"Penyusunan ulang sistem bagi hasil yang lebih kompetitif dengan negara lain dengan target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80 persen-90 persen yang ditentukan berdasarkan profil risiko lapangan untuk meningkatkan kegiatan dan iklim investasi hulu minyak dan gas," ujar Arifin.
Kedua, meminimalisasi ketergantungan keekonomian KKKS terhadap tambahan split diskresi Menteri."Penganalisaan target bagi hasil para KKKS yang membutuhkan tambahan bagi hasil Menteri, untuk rancangan sistem bagi hasil baru yang dapat meminimalisasi kebutuhan split diskresi Menteri dan menjamin keekonomian bagi para KKKS kontrak Gross Split," ungkapnya.
Ketiga, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil. "Penyederhanaan jumlah komponen bagi hasil berdasarkan parameter teknis yang tidak menimbulkan perdebatan dalam penentuan dan efektif penerapannya. Pemilihan didasarkan pada parameter primer yang memberikan koreksi split utama pada kontrak Gross Split eksisting," tambah Arifin.
ADVERTISEMENT
Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk Migas Non Konvensional (MNK). "Perancangan kebijakan fiskal untuk pengusahaan migas non konvensional. Pemberian skema baru kontrak GS bagi hasil tetap (fixed split) terhadap profil resiko, kebutuhan teknologi baru, dan penekanan biaya pengusahaan migas Non Konvensional," paparnya.
Dalam kesempatan itu Noor Arifin kembali menegaskan bahwa Pemerintah membuka diri terhadap masukan dari pelbagai pihak agar tujuan pemberlakuan kontrak Gross Split ini dapat tercapai.
Area pengeboran migas PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Foto: Dok. PHI

Poin Perubahan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017

Sementara dalam pertemuan tersebut, Koordinator Pokja Pengembangan WK Migas Non Konvensional Dwi Adi Nugroho menjelaskan, terdapat 11 poin utama perubahan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017:
ADVERTISEMENT
Penyempurnaan penentuan nilai parameter berdasarkan metode statistik dari data realisasi 5 tahunan terakhir.
Pemindahan komponen variabel dan progresif dari lampiran Permen ke Keputusan Menteri untuk kepentingan kemudahan penyesuaian parameter terhadap data realisasi di masa depan.
Mengenai perubahan base split, Dwi menjelaskan, pemerintah menyeimbangkan bagi hasil antara Pemerintah dengan KKKS agar lebih menarik. Base split minyak bumi diubah menjadi 53 persen pemerintah dan 47 persen KKKS. Sedangkan untuk gas bumi, base split-nya adalah 51 persen pemerintah dan 49 persen KKKS. Pada aturan yang lama, base split minyak bumi adalah 57 persen pemerintah 43 persen KKKS, sedangkan gas bumi 52 persen pemerintah dan 48 persen KKKS.
Terkait term and conditions, dibagi 2 yaitu Migas Konvensional dan MNK Untuk Migas Konvensional, jumlah komponen variabel disederhanakan dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen:
ADVERTISEMENT
Sedangkan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen yaitu:
Untuk MNK, Pemerintah memberikan penambahan komponen variable tetap khusus sebesar 46 persen. "Term and conditions MNK lebih sederhana. Semangat dalam New Simplified Gross Split ini, antara lain untuk mendorong MNK agar lebih berkembang," kata Dwi.
Penyusunan rancangan New Simplified Gross Split ini telah melalui tahapan panjang yang dimulai sejak April hingga Juni 2022 yaitu serangkaian Rapat Penyusunan Kebijakan Fiskal MNK. Selain itu juga dilakukan FGD, workshop, hingga konsultasi publik