Pemerintah Siap Hadapi Judicial Review Pengusaha Aturan Pajak Hiburan

29 Januari 2024 19:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendagri Tito Karnavian memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Kemendagri RI
zoom-in-whitePerbesar
Mendagri Tito Karnavian memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Kemendagri RI
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buka suara terkait rencana para pengusaha akan mengajukan judicial review terkait pajak hiburan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
ADVERTISEMENT
Para pengusaha ramai-ramai protes soal kenaikan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang naik hingga 40-75 persen. Salah satunya pedangdut Inul Daratista yang mengeluhkan pajak tersebut membebani bisnis hiburannya.
Tito menyebutkan, pengajuan judicial review atau pengujian peraturan perundang-undangan oleh MK ini merupakan hak dari pengusaha. Dia bilang, pemerintah bahkan mendorong pengusaha melakukannya.
"Tidak apa-apa itu kan hak, kita justru silakan, bagusnya begitu, bagusnya ada yang enggak puas di minta aja JR ke Mahkamah Konstitusi, nanti kita akan mengganti gitu, karena yang membuat UU kan pemerintah dan DPR, kita dorong JR," ujarnya saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (29/1).
Tito mengungkapkan beberapa daerah sudah berkomitmen menerapkan insentif kepada pelaku usaha, menyusul ditetapkannya pajak hiburan 40-75 persen berdasarkan UU No 1 Tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal 101 UU HKPD, pemberian insentif fiskal dimungkinkan untuk mendukung kemudahan investasi. Pemberian insentif berupa pengurangan keringanan pembebasan, penghapusan pokok pajak dan retribusi beserta sanksinya.
Ilustrasi tempat hiburan. Foto: Shutterstock
Tito menyebutkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sudah bergerak lebih dulu untuk mengangkat beban pelaku usaha hiburan, sehingga pajak hiburan yang dikenakan bisa di bawah 40 persen.
"Mereka sudah rapat mengundang para pengusaha tempat hiburan itu dan kemudian mereka sudah akan menggunakan Pasal 101 untuk memberikan insentif. Berapa insentifnya, yang jelas di bawah 40 persen," jelasnya.
Selain Bali, Tito mengungkapkan DKI Jakarta yang sudah menerapkan pajak hiburan sebesar 40 persen melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, baru akan mengumpulkan kembali para pengusaha.
Tito menambahkan, ada beberapa daerah lain yang sudah berkomitmen memberikan insentif pajak hiburan, meski tidak rinci dia menyebutkan ada di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
"Seingat saya di Sumbar ada yang menurunkan, kemudian di Jabar juga ada menurunkan, dari yang semula 74 persen," ungkapnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali berencana mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan bertemu Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin terkait kenaikan pajak spa.
"Kami sedang menyiapkan kajiannya bahkan dalam waktu segera kami akan mengadakan FGD dengan mengundang Menteri Pariwisata. Agar SPA ini tidak dimasukkan ke usaha hiburan dan kami mengajukan ke MK," tutur Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana di Kantor DPD PDIP Bali, Rabu (10/1).
Pria yang akrab disapa Cok Ace kaget tarif pajak spa naik dari 15 persen menjadi 40 persen per 1 Januari 2024. Dalam Pasal 58 ayat 2 disebutkan, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
ADVERTISEMENT