Pemerintah Tepis Kekhawatiran Devisa Hasil Ekspor Bakal Bebani Kas Eksportir

21 Juni 2023 14:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah sedang menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 mengenai kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) khusus sumber daya alam (SDA) dan hilirisasinya.
ADVERTISEMENT
Nantinya, 30 persen dari DHE akan disimpan di bank nasional selama 3 bulan. Hal ini dikhawatirkan para eksportir akan membebani kas perusahaan.
Plt Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan menepis kekhawatiran itu. Dia mengatakan, 30 persen itu sudah merupakan perhitungan pemerintah sehingga tak akan bebani kas perusahaan.
"Ini 30 persen betul dari uang yang free, yang secara historis yang ditaruh di instrumen keuangan. Kemudian ada beberapa pengecualian untuk kebutuhan penting yang diperjanjikan itu dikecualikan. Kita sudah memitigasi itu untuk meminimalisir kekhawatiran eksportir," kata Ferry saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (21/6).
Salah satu yang membuat eksportir khawatir adalah ketika harga komoditas jatuh. Ini seperti yang diungkapkan oleh Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) saat harga batu bara jeblok. Namun Ferry mengatakan harga komoditas tidak akan berpengaruh.
ADVERTISEMENT
"Enggak berpengaruh sebenarnya. 30 persen itu data historis kita yang betul-betul ditempatkan di instrumen keuangan, termasuk tadi, ada pengecualian sama di PP Nomor 1 tahun 2019, bahan baku, utang atau yang diperjanjikan itu dikecualikan. Jadi tidak akan mengganggu operasional pengusaha," pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Sutrisno, mengatakan jangan sampai penerapan aturan DHE yang baru nanti malah menjadi kontra produktif karena membebani kas perusahaan.
"Devisa hasil ekspor kalau mau mengatur jangan sampai mengganggu. Artinya malah harus kasih insentif. Kalau ganggu, itu kan kontra produktif," kata dia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Sutrisno. Foto: Akbar Maulana/kumparan
Benny mengatakan pemerintah saat ini memang sudah berencana memberikan insentif, namun kejelasan insentif tersebut masih belum disampaikan dan ini ditunggu oleh para eksportir. Dia berharap insentif tersebut bisa berupa bunga valuasi asing (valas) yang lebih menguntungkan dibanding bunga valas di Singapura.
ADVERTISEMENT
"Kalau uangnya disimpan di sini (Indonesia), kalau di sini insentifnya lebih kecil dengan Singapura ya pindah ke Singapura. Uang kan enggak ada agamanya, enggak ada presidennya [memilih mana yang lebih menguntungkan]," kata dia.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan insentif untuk para eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspornya di Indonesia. Salah satu pertimbangannya adalah banyak pengusaha yang menyimpan devisa hasil ekspor ke Singapura karena memberikan return yang lebih besar karena bunga valasnya lebih tinggi.
"Bisa sampai 4-5 persen (bunga valas Singapura). Dia kan itu mengacu Fed rate, kita di sini banknya ikut BI. BI belum mengatur berapa, itu yang ditunggu," pungkas dia.