Pemerintah Ungkap Pipa Hulu Migas RI Mayoritas Masih Impor, Ini Solusinya

15 Agustus 2024 16:02 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pipa gas. Foto: PreechaB/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pipa gas. Foto: PreechaB/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan komoditas Oil Country Tubular Goods (OCTG) atau produk pipa dan aksesoris pipa yang digunakan dalam industri minyak dan gas (migas) di Indonesia mayoritas masih impor.
ADVERTISEMENT
Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kemenko Marves M. Firdausi Manti mengatakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) komoditas OCTG ini masih minim, karena belum didukung produksi lokal yang cukup.
Produk OCTG mencakup casing, tubing, dan accesories di Indonesia diproduksi oleh 16 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi Apropipe dan PROA, dengan kapasitas 1 juta ton per tahun.
Firdausi menjelaskan, TKDN masing-masing produk yakni casing berada di rentang 15-47 persen, piping 15-47 persen, dan accessories sebesar 15-50 persen.
"Komoditas OCTG dari hulu ini, kapasitas produksi ada 230 ribu ton, produksinya sekarang baru 15.000 ton," ungkapnya saat IOG SCM Summit 2024, Kamis (15/4).
Kemudian, lanjut dia, sektor intermediate atau tengah mencakup heat treatment dan ulir kapasitasnya hampir 350 ribu ton, namun produksi dalam negeri masih di bawah 38.000 ton.
ADVERTISEMENT
Terakhir komoditas OCTG yang di sektor hilir dan finishing, kapasitas yang diperlukan hampir 630 ribu ton, namun produksinya baru sekitar 348 ribu ton. Dengan demikian, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih harus banyak mengimpor.
"Untuk KKKS ini masih melaksanakan dan melakukan importasi sekitar 200.000 ton produk komoditas OCTG," ungkap Firdausi.
Firdausi mengakui angka impor masih jauh lebih tinggi dari kegiatan ekspor komoditas OCTG, di mana pada tahun 2023 impor OCTG sebesar 201.731 ton sementara ekspornya 70.210 ton.
Sejak tahu 2018, tren impor komoditas OCTG berfluktuasi. Sementara realisasi impor pada 2023 merupakan rekor tertinggi, melonjak dari realisasi pada 2022 yakni sebesar 102.984 ton.
"Untuk kode HS produk OCTG, casing, tubing, jumlah impornya masih lebih besar. Tahun 2023 juga, lonjakannya juga lebih besar untuk importasi dibandingkan dengan tren ekspornya," kata Firdausi.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, jika dibandingkan antara beban biaya dan pemenuhan TKDN, porsi material memiliki porsi biaya terbesar sebesar 75,12 persen, namun capaian TKDN baru 5,8 persen karena bahan bakunya sebagian besar masih impor.
"Dalam porsi lainnya, seperti tenaga kerja, alat kerja, dan jasa umum itu mencapai TKDN yang tinggi dengan porsinya di atas 75 persen," pungkas Firdausi.