Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
20 Ramadhan 1446 HKamis, 20 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Pemerintah Usul Tarif Royalti Minerba Naik, Pelaku Industri Minta Penundaan
16 Maret 2025 15:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengusulkan kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba), yang meliputi nikel, tembaga, emas, perak, platina, dan logam timah. Namun, hal ini ditolak oleh para pelaku industri minerba.
ADVERTISEMENT
Indonesia Mining Association (IMA) meminta agar rencana kenaikan royalti ini ditinjau ulang, karena akan berdampak langsung pada iklim investasi sekaligus daya saing minerba di tengah semangat hilirisasi.
“Bagi perusahaan pertambangan mineral, peningkatan tarif royalti akan memberatkan karena biaya operasional tinggi karena kenaikan biaya biosolar yang dapat berdampak signifikan. Selain itu ada pula kenaikan PPN 12 persen, pengenaan kewajiban data retensi hasil ekspor sebesar 100 persen selama 12 bulan yang meningkatkan utang dan bunga,” kata Ketua Umum IMA, Rachmat Makkasau dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/4).
Rachmat menilai, pelaku usaha minerba telah berinvestasi besar pada pembangunan smelter sebagai bagian dari hilirisasi. Investasi itu menyedot dana yang besar dan berdampak pada dibukanya ribuan lapangan kerja. Menurutnya, karena smelter dalam tahap awal dan baru akan menghasilkan dalam tempo dua atau tiga tahun, maka pelaku usaha berharap jangan dibebani kenaikan royalti yang akan memperberat arus kas.
ADVERTISEMENT
Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) juga mengusulkan penundaan pemberlakuan kenaikan royalti nikel. Ini tak terlepas dari kenyataan berat yang dihadapi industri nikel yang kini harga jualnya di pasar internasional sedang jatuh ke titik terendah sejak 2020.
FINI pun berkomitmen untuk mensukseskan hilirisasi nikel dan turunannya. FINI memaparkan sejumlah tantangan berat seperti harga yang sedang jatuh plus tantangan berat akibat perang dagang China-Amerika. Oleh karena itu, FINI memandang penundaan pemberlakuan kenaikan royalti akan menjadi insentif berharga untuk mendukung tetap eksisnya industri nikel dalam negeri di tengah tantangan global.
"Untuk menjaga iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kami mengusulkan agar kenaikan royalti tidak dilakukan pada saat ini," ujar Ketua Umum FINI, Alexander Barus.
ADVERTISEMENT
FINI memandang dukungan pemerintah dengan menunda pemberlakuan kenaikan royalti akan menimbulkan multiplier effect yang positif. Selain mempertahankan iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi, sehatnya industri nikel juga akan memberi sumbangsih berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang maksimal.
Alexander meminta pemerintah untuk mempertahankan dan meningkatkan PNBP sub sektor mineral dan batu bara dengan mempertimbangkan tantangan saat ini. "Maka solusinya yaitu dengan memberlakukan tarif royalti saat ini, termasuk royalti batu bara IUPK dan PKP2B," ujar Alexander.
FINI siap berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendukung industri nikel tetap eksis. FINI pun optimistis dengan sinergi pelaku usaha bersama pemerintah akan semakin mendorong daya saing hilirisasi nikel Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah tengah menyelesaikan penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) yang akan mengatur kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba). Aturan ini dinilai pelaku usaha keluar di saat yang sulit karena tantangan global dan harga komoditi yang sedang jatuh.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan tujuan kebijakan tersebut untuk berbagi keuntungan perusahaan kepada kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Prinsipnya sharing benefit. Jadi kalau ada keuntungan itu jangan menikmati sama perusahaan semua kan. Jadi sering kita ajak misalnya seperti itu," kata Dadan saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Selasa (11/3).
Dalam dokumen Konsultasi Publik Usulan Penyesuaian Jenis dan Tarif PNBP SDA Mineral dan Batu Bara yang berlangsung Jumat (8/3) lalu, disebutkan secara rinci usulan kenaikan tarif royalti untuk enam komoditas minerba.
Latar belakang dari usulan kebijakan itu yakni PNBP SDA minerba menjadi salah satu kontributor penerimaan negara yang cukup signifikan. Sepanjang 2024, realisasinya mencapai Rp 142,88 triliun atau naik 125,84 persen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, harga komoditas mineral dan batu bara mengalami fluktuasi, dengan harga tertinggi batu bara terjadi pada Oktober 2022 dan cenderung stabil sejak akhir 2023. Fluktuasi juga terlihat pada harga timah, sementara harga emas dan perak cenderung naik.
Berikut rincian usulan kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara:
Batu Bara
- Tarif royalti IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diusulkan naik 1 persen untuk Harga Batubara Acuan (HBA) ≥ USD 90, dengan tarif maksimum 13,5 persen.
- Tarif IUPK direvisi dalam rentang 14-28 persen, menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PP 15/2022.
Nikel
- Bijih Nikel: Dari tarif flat 10 persen menjadi progresif 14-19 persen mengikuti Harga Mineral Acuan (HMA).
- Nikel Matte: Dari tarif flat 2 persen menjadi tarif progresif 4,5-6,5 persen (windfall profit dihapus).
ADVERTISEMENT
- Ferro Nikel & Nikel Pig Iron: Dari tarif flat 5 persen menjadi tarif progresif 5-7 persen menyesuaikan HMA.
Tembaga
- Bijih Tembaga: Dari tarif flat 5 persen menjadi tarif progresif 10-17 persen menyesuaikan HMA.
- Konsentrat Tembaga: Dari tarif flat 4 persen menjadi tarif progresif 7-10 persen menyesuaikan HMA.
- Katoda Tembaga: Dari tarif flat 2 persen menjadi tarif progresif 4-7 persen menyesuaikan HMA.
Emas & Perak
Emas: Dari tarif progresif 3,75-10 persen menjadi 7-16 persen menyesuaikan HMA
Perak: Dari tarif flat 3,25 persen menjadi 5 persen.
Platina: Dari tarif flat 2 persen menjadi 3,75 persen.
Timah
Logam timah: Dari tarif flat 3 persen menjadi tarif progresif 3-10 persen mengikuti harga jual.
ADVERTISEMENT