Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu Belum Tentu Bisa Naikkan Penerimaan Negara

16 Mei 2024 12:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Direktorat Jenderal Kementerian Kuangan.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Direktorat Jenderal Kementerian Kuangan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Asian Development Bank (ADB) menemukan tidak ada bukti empiris pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa mendorong rasio penerimaan pajak.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Badan Penerimaan Negara bakal kian menguat dengan Prabowo-Gibran sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih. Lembaga tersebut dibentuk untuk memusatkan penerimaan negara, cukai dan non pajak melalui satu pintu.
Salah satu program yang diusung Prabowo-Gibran adalah memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan.
“Enggak ada bukti empiris bahwa pemisahan Badan Penerimaan Negara akan serta merta meningkatkan penerimaan negara. Cuma mereka konsentrasi pekerjaan satu itu saja, seharusnya mereka bisa bekerja dengan lebih efektif,” ujar ADB Principal Economist Arief Ramayandi dalam ADB Asian Development Outlook 2024 di Perpustakaan Nasional Jakarta, Kamis (16/5).
Arief menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara belum menjadi keputusan final. Secara teoritis, pemisahan lembaga tersebut bisa dilakukan sama seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
ADVERTISEMENT
ADB menggelar Asian Development Outlook 2024 di Perpusnas Jakarta, Kamis (16/5/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
“Kalau misalnya dipisah, keuntungannya adalah Badan Penerimaan Negara enggak perlu khawatir terhadap kebijakan fiskal. Mereka cuma perlu meningkatkan atau memungut penerimaan negara. Di sisi lain, Kementerian Keuangan fokus kebijakan fiskal,” jelasnya.
Arief memperkirakan Kementerian Keuangan nantinya bisa mengatur pengeluaran pemerintah sehingga bisa mendorong ekonomi Indonesia yang lebih stabil.
“Kalau pemisahan urgent atau tidak, itu tergantung beban yang dirasakan Kementerian Keuangan sekarang. Kalau memang Kementerian Keuangan lebih fokus manajemen kebijakan fiskal, biasanya urgensi lebih tinggi,” terang Arief.
Terkait program makan gratis, Arief menganggap kemampuan fiskal negara masih relatif kuat. Rasio pajak di level 10 persen dinilai masih ditingkatkan tinggi, sehingga potensi penerimaan negara masih besar.
“Sehingga program-program seperti ini kalau dikelola lebih baik dan lebih efisien, masih merupakan program bisa terbiayai. Tujuan cuma satu, gizi cukup, produktivitas tenaga kerja kita meningkat,” tutur Arief.
ADVERTISEMENT