Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Penasihat Prabowo Yakin Efisiensi Anggaran Tak Akan Mengganggu Penerimaan Pajak
22 Februari 2025 14:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Penasihat Presiden Bidang Ekonomi, Bambang Brodjonegoro, menyebut penerimaan pajak di 2025 sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di kisaran 5 persen, maka potensi peningkatan penerimaan pajak secara alami masih ada.
ADVERTISEMENT
Namun, pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi lebih rendah imbas adanya efisiensi anggaran. Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi, salah satunya perjalanan dinas yang menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia.
Selain itu, efisiensi anggaran juga menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap arus transaksi yang dapat dikenakan pajak.
“Pertimbangan pajak kita kan tentunya salah satunya bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Jadi meskipun ada budget realokasi (efisiensi anggaran), tapi kita bisa menjaga pertumbuhan ekonomi katakan sekitar 5 persen. Berarti tetap ada potensi pertumbuhan natural dari pertimbangan pajak itu sendiri,” kata Bambang kepada kumparan di The Westin, dikutip Sabtu (22/2).
Bambang mengatakan, strategi optimalisasi penerimaan pajak tidak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata. Peningkatan kepatuhan wajib pajak dan perluasan basis pajak menjadi kunci utama.
ADVERTISEMENT
Dia meminta pemerintah memastikan bahwa jumlah wajib pajak terus bertambah. Baik dari sektor formal maupun melalui upaya menarik sektor informal untuk masuk ke dalam sistem perpajakan.
Selain itu, tantangan lain yang masih membayangi adalah praktik transfer pricing yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan. Fenomena ini berpotensi mengalihkan penerimaan pajak ke yurisdiksi lain, sehingga negara kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya bisa didapatkan.
“Masih cukup besarnya transfer pricing yang mengakibatkan penerimaan pajak yang seharusnya kita terima itu jadi seolah-olah berpindah ke tempat lain di luar Indonesia,” ungkapnya.
Berdasarkan UU APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan target tahun 2024 sebesar Rp 1.988,9 triliun.
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak sepanjang 2024 tidak mencapai target APBN atau mengalami short fall. Realisasinya senilai Rp 1.932,4 triliun atau 97,2 persen dari target APBN 2024.
ADVERTISEMENT