Penerapan Skema Power Wheeling di RUU EBET Dinilai Rugikan Konsumen

6 Februari 2023 17:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja memperbaiki jaringan listrik di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (25/5/2021). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja memperbaiki jaringan listrik di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (25/5/2021). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Skema power wheeling dalam rancangan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) masih menuai polemik. Saat ini, RUU EBET masih dibahas di Panja Komisi VII DPR.
ADVERTISEMENT
Mekanisme power wheeling membolehkan perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual listrik EBT kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
Penjualan listrik swasta tersebut menggunakan jaringan distribusi dan transmisi milik PT PLN (Persero) melalui open source dengan membayar fee yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Presiden Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MLKI), Ahmad Daryoko, mengkhawatirkan penerapan power wheeling akan menciptakan kartel pada sektor kelistrikan nasional dan bisa merugikan konsumen, karena tarif listrik yang dijual ke konsumen bisa dimainkan.
Daryoko mengatakan skema power wheeling dalam RUU EBT akan membuat produsen listrik swasta bisa menjual langsung pada konsumen atau Multy Buyer and Multy Seller (MBMS). Hal tersebut membuat produsen listrik swasta bebas menetapkan besaran tarif listrik yang dijual pelanggan.
ADVERTISEMENT
"Nanti tetap menggunakan jaringan PLN, tapi statusnya hanya sewa, PLN hanya menjadi kuli panggulnya saja," kata Daryoko, Senin (6/2).
Daryoko mengatakan jika keterlibatan PLN disingkirkan dalam proses jual beli listrik, maka kontrol negara akan kurang. Ia menilai kondisi tersebut akan menciptakan praktik kartel.
"Akhirnya tarif listrik tidak terkendali secara total, okelah pemerintah bisa mengintervensi tapi dalam bentuk subsidi. Kalau MBMS terjadi kartel terjadi, membuat perhitungan biaya operasi jadi membengkak," ungkap Daryoko.
Daryoko mengungkapkan jika power wheeling diterapkan, maka akan melanggar konstitusi. Sebab, kata Daryoko, dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan segala hajat hidup masyarakat dikuasai oleh negara, dan listrik merupakan salah satu hajat hidup masyarakat.
"Karena listrik kepemilikan publik harus dikuasai oleh negara, sehingga PLN ini perusahaan yang diamanahi ketenagalistrikan untuk mensejahterakan rakyat, kalau dikuasai orang per orangan itu menyalahi konstitusi," tutur Daryoko.
ADVERTISEMENT

Komisi VII DPR Ungkap Sudah Ada Solusi Atasi Polemik Power Wheeling di RUU EBET

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mengungkapkan sudah ada jalan tengah terkait perdebatan skema power wheeling dalam pembahasan RUU EBET. Eddy mengatakan antara Komisi VII dan pemerintah kemungkinan bersepakat memasukan skema power wheeling dalam skala terbatas.
"Sekarang ada jalan tengahnya, di daerah-daerah yang memang sulit dijangkau dan belum ada jaringan PLN boleh dilaksanakan, ini kurang lebih meeting point yang akan kita capai dengan pemerintah," kata Eddy di Hotel A One Menteng Jakarta, Senin (6/2).