Penerima Kartu Sembako Disebut Lebih Pilih Beli Mi Instan Ketimbang Telur

22 Juli 2021 12:16 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Sembako Murah. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Sembako Murah. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah mengucurkan bantuan pangan di tengah pandemi COVID-19 melalui Kartu Sembako. Bantuan sosial pangan ini diberikan kepada para peserta yang telah terdaftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebesar Rp 200 ribu per bulan untuk membeli kebutuhan pokok.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, efektivitas program kartu sembako dipengaruhi oleh fluktuasi harga pangan. Penelitian yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), menemukan kenaikan harga pangan akan mengurangi efektivitas bansos pangan ini.
Peneliti CIPS, Arumdriya Murwani, memaparkan hasil penelitian program kartu sembako yang dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan catatannya, saat terjadi kenaikan harga pangan, pola konsumsi masyarakat berubah.
"Penerima manfaat lebih memilih untuk membeli beras dan mi instan makanan dengan karbohidrat tinggi, dibandingkan dengan makanan yang kaya akan gizi seperti protein atau telur," katanya dalam webinar Memenuhi Hak Atas Pangan Bergizi Selama Pandemi COVID-19, Kamis (22/3).
Lebih lanjut, Arum menuturkan, pola konsumsi masyarakat penerima bantuan berkurang pada saat harga pangan naik, yaitu beras sebesar 1,4 kilogram (kg) per keluarga, dan telur sebanyak 1,2 butir per orang.
Juru bicara Jokowi - Ma'ruf Amin, Ace Hasa Syadzily menunjukan Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Sembako Murah. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
"Dalam hal ini dibuktikan jika ditemui dengan kenaikan harga walaupun memang mendapat bantuan maka keluarga akan lebih memprioritaskan membeli makanan yang sifatnya mengenyangkan," katanya.
ADVERTISEMENT
Dengan pola konsumsi yang berubah seperti itu, akibatnya masyarakat akan mengalami penurunan kualitas pola makan. Malnutrisi juga menjadi faktor risiko terhadap penurunan imun dan meningkatkan kerawanan balita,anak-anak, remaja, dan usia lebih tua dalam pandemi.
Adapun menurut laporan State of Food Security and Nutrition in the World, tingkat stunting Indonesia pada tahun 2020 sekitar 31,8 persen. Selain itu, untuk indikator kualitas dan keamanan pangan, ranking Indonesia adalah 89 dari 113.