Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Penerimaan Cukai Rokok Naik Jadi Rp 48,2 T, Meski Produksinya Turun 5,7 Persen
22 April 2021 19:46 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau atau cukai rokok mencapai Rp 48,2 triliun hingga akhir Maret 2021. Realisasi ini naik 73,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 27,7 triliun.
ADVERTISEMENT
"Penerimaan cukai hasil tembakau naik 73,9 persen, terutama untuk pelunasan pemesanan pita yang sudah dilakukan pada Januari lalu," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita, Kamis (22/4).
Meski secara nilai mengalami kenaikan, secara jumlah produksi rokok mengalami penurunan. Hingga akhir Maret 2021, produksi rokok hanya 74,6 miliar batang, sedangkan di akhir Maret 2020 produksi rokok 79,1 miliar batang. Artinya, ada penurunan 4,5 miliar batang rokok atau 5,7 persen hingga akhir bulan lalu.
Selain itu, produksi rokok di Maret tahun lalu yang tinggi itu sebagai antisipasi perusahaan atas kebijakan PSBB yang diberlakukan pemerintah pada tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Jadi PMK yang kita keluarkan untuk menurunkan jumlah produksi rokok mencapai target, terjadi penurunan produksi 5,7 persen,” jelasnya.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan penurunan produksi rokok itu hanya terjadi pada golongan sigaret kretek mesin (SKM). Sementara golongan kretek tangan dipastikan tetap stabil.
"Terutama untuk rokok dengan konten impor tinggi, sedangkan rokok konten tenaga kerja atau rokok linting tangan, masih mengalami stabil produksinya," tambahnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, berharap penurunan produksi rokok juga berdampak pada berkurangnya konsumsi rokok, khususnya di kalangan anak dan remaja.
“Tentu upayanya tidak bisa dilihat dalam satu dua waktu saja. Harus konsisten dan dilakukan dengan sebuah upaya yang sistematis,” kata Melki.
ADVERTISEMENT
Dia mengakui, masyarakat memiliki alasan yang beragam untuk mengonsumsi rokok. Selama ini, sebagian masyarakat sesungguhnya telah mengetahui tentang bahaya merokok, namun tetap mengonsumsinya.
Melki menambahkan, sosialisasi terhadap bahaya merokok perlu dilakukan secara benar. Proses sosialisasi juga harus dilakukan paralel dan konsisten dengan pengawasan di lapangan serta penegakan aturan yang ada.
“Harapannya edukasi yang berjalan paralel dengan pengawasan dan penegakan aturan akan membuat anak-anak tidak menjadi seorang perokok di usianya,” jelasnya.
Sementara itu, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) pun menegaskan siap berperan mencegah naiknya perokok pada anak di Indonesia.
“Gaprindo secara tegas menyatakan bahwa rokok merupakan produk yang ditujukan pada perokok dewasa sehingga perlu dilakukan upaya untuk membatasi akses rokok pada anak di bawah umur," ujar Gaprindo dalam pernyataan resmi.
ADVERTISEMENT
Gaprindo bahkan telah menggandeng Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk mencegah pembelian rokok oleh anak di bawah umur.
“Pembatasan visual produk rokok sudah banyak dilakukan di ritel-ritel modern. Misalnya dengan penyediaan rak khusus di belakang kasir atau di tempat yang tidak bisa dijangkau langsung oleh pembeli. Ini salah satu kuncian agar petugas di toko bisa selektif dan mengetahui usia pembeli," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aprindo, Roy N Mandey.
Di supermarket, peletakan produk-produk rokok berada satu klaster dengan minuman beralkohol. Pembayaran pun menggunakan kasir terpisah.
Meski begitu, Roy menegaskan, pelaku usaha yang tergabung dalam Aprindo adalah peritel modern. Artinya, perlu imbauan khusus bagi pedagang kecil di sekitar rumah agar penurunan konsumsi rokok untuk anak usia di bawah umur bisa lebih masif.
ADVERTISEMENT