Pengamat Anggap Jokowi Telan Ludah Sendiri soal Kereta Cepat yang Didanai APBN

11 Oktober 2021 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
Presiden Joko Widodo meninjau proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (18/5). Foto: Dok. Agus Suparto
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo meninjau proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (18/5). Foto: Dok. Agus Suparto
ADVERTISEMENT
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menyayangkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diputuskan bisa digarap memakai APBN. Ia mengungkapkan sejak awal memang kurang setuju dengan proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Agus mengatakan, ketidaksetujuan itu membuatnya dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke istana. Ia menjelaskan saat bertemu di istana, Jokowi memastikan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak menggunakan APBN.
“Dari dulu kan janjinya bahkan waktu di istana mengatakan bahwa ini tidak pakai uang negara, ini pakai KPBU yang which is juga uang negara KPBU-nya,” kata Agus saat dihubungi kumparan, Senin (11/10).
Namun, seiring berjalannya waktu karena berbagai persoalan seperti pembengkakan membuat Jokowi meneken Perpres No. 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres No. 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung yang membuat pendanaan bisa memakai APBN.
Presiden Joko Widodo meninjau pembangunan proyek kereta cepat di Bekasi, Jawa Barat. Foto: Dok. Biro Pers Setpres
Agus mengibaratkan dikeluarkannya Perpres itu membuat Jokowi seperti menelan ludah sendiri, karena di awal memastikan tidak memakai APBN di proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
“Ya itu kan kayak menelan ludah saja. Jadi ya gimana kita udah enggak punya uang. Dari awal saya bilang ini proyek mahal, kita belum perlu. Kalau ada uangnya (tidak masalah), masalahnya enggak ada uangnya,” ujar Agus.
Agus merasa proses penggarapannya juga tidak mudah. Menurutnya seandainya proyek bisa diselesaikan, permasalahan berikutnya akan muncul yaitu siapa yang mau naik kereta cepat tersebut.
Agus menuturkan saat ini pilihan transportasi dari Jakarta ke Bandung sudah banyak dan lebih murah. Ia memperkirakan harga tiket kereta cepat bisa sampai Rp 1 juta. Sehingga orang berpikir dua kali mau menggunakannya.
“Sudah pasti nanti begitu operasi cost dan maintenance-nya juga akan pakai PMN lihat saja, apa kereta api sanggup kan enggak mungkin. Pertanyaan saya yang mau naik kereta dari Halim sampai Padalarang itu siapa?” tutur Agus.
ADVERTISEMENT
“Kalau Anda mau ke Bandung turun Padalarang terus sambung kereta apakah, naik angkot terserah. Emang ada yang mau?” tambahnya.
Seperti diketahui, dalam beleid Perpres No. 93 Tahun 2021, Jokowi menambah opsi skema pendanaan. Sumber pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kini bisa dari APBN.
Padahal dalam aturan lama, yakni Pasal 4 Perpres No 107 tahun 2015, pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung hanya bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan; pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berikut aturan pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung dalam pasal 4 Perpres No 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung:
Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal 4
(1) Pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 bersumber dari:
a. penerbitan obligasi oleh konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3);
b. pinjaman konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan/atau
c. pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2) Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.
(3) Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
ADVERTISEMENT
a. penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara; dan/atau
b penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara.
Infografik Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Foto: Tim Kreatif kumparan