Pengamat Duga Wabah PMK Berasal dari Daging Impor India dan Brasil

16 Mei 2022 19:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dokter hewan Dinas Pertanian dan Perikanan (Dispertan) Sukoharjo memeriksa mulut sapi yang diperjualbelikan di Pasar Hewan Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (14/5/2022). Foto: Mohammad Ayudha/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Dokter hewan Dinas Pertanian dan Perikanan (Dispertan) Sukoharjo memeriksa mulut sapi yang diperjualbelikan di Pasar Hewan Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (14/5/2022). Foto: Mohammad Ayudha/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali ditemukan untuk pertama kali di daerah Gresik, Jawa Timur pada Kamis (28/4). Wabah yang menjangkiti hewan ternak ini sempat merebak di Indonesia pada tahun 1983 melalui importasi sapi perah dari Belanda dan beberapa kali mewabah.
ADVERTISEMENT
Saat ini, wabah PMK ini diduga berasal dari daging impor, seperti sapi dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK. Hal ini mengingat, Indonesia masih melakukan impor dari sejumlah negara yang belum terdaftar dalam negara bebas penyakit mulut dan kuku (PMK), seperti India dan Brasil.
Kendati demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Februari 2017 lalu memutuskan bahwa impor produk ternak berbasis zona mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan melampirkan sertifikat bebas PMK dari otoritas ahli dalam ilmu penyakit hewan (veterinarian) negara asal. Sementara untuk ternak hidup, prinsip kehati-hatian ditingkatkan dengan mengoperasikan pulau karantina.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), India menduduki peringkat kedua pengimpor daging sapi terbanyak ke Indonesia. Jumlah impor sapi dari negara tersebut sebanyak 84,95 ribu ton dan nilainya mencapai USD 288,44 juta. Sedangkan, menurut Kepala Badan Pangan Nasional (BPN), Arief Prasetyo, Indonesia tahun 2022 mengimpor daging sapi dari Brasil sebanyak 20 ribu ton.
ADVERTISEMENT
"Daging sapi Brasil akan masuk bertahap 20 ribu ton sampai dengan akhir tahun," ujar Arief kepada kumparan, Minggu (27/3).
Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa di ICBB Bogor, Rabu (4/12). Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Pengamat Pertanian sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, mengatakan Indonesia bersusah payah untuk keluar dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) selama puluhan tahun. Perjuangan Indonesia melawan wabah PMK sudah terjadi sejak 1887 sampai dengan diberikannya pengakuan status bebas PMK oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) tahun 1990.
"Sejak dulu sudah kita perkirakan pasti masuk ini, pasti masuk ke Indonesia. Upaya yang sudah sangat keras, kita dapatkan dari negara bebas PMK kan tahun 1990, ya sudah hancur lagi," ungkap Dwi kepada kumparan, Minggu (15/5).
Dwi menceritakan, pada tahun 2015 mereka telah mengajukan judical review terhadap Pasal 36 dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal tersebut memperbolehkan Indonesia melakukan impor daging sapi dari negara yang belum bebas PMK, namun zona atau wilayahnya sudah bebas.
ADVERTISEMENT
"Iya, India dan Brasil, jadi di situ kemungkinannya potensinya. Nah, jadi, ini memang benar-benar luar biasa. Walaupun sudah diingatkan, dijadikan judicial review, tapi ya akhirnya dikalahkan judicial review tersebut," kata Dwi.
Dwi menceritakan, berdasarkan putusan MK, hewan ternak indukan maupun produk turunan harus melakukan karantina. Meskipun, ada pernyataan dari negara asal importir bahwa daging atau produk tersebut sudah bebas dari penyakit menular, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) harus tetap melakukan pengawasan.
Lengahnya pengawasan dari Kementan disinyalir sebagai salah satu akibat dari merebaknya wabah PMK di Indonesia. Namun menurut Dwi, ada saja eksportir 'nakal' yang mengakibatkan kondisi seperti saat ini.
"Jadi, kalau kita mengimpor sapi indukan dari luar negeri, masuk dulu ke pulau karantina, memang bisa kayak gitu juga. Kalau daging kan bebas-bebas aja kan, daging dikarantina kayaknya tidak juga. Ya memang ada pernyataan dari negara importir bahwa daging atau produk tersebut sudah bebas dari penyakit menular. Memangnya bisa aturan seperti itu diterapkan? Namanya eksportir bisa macam-macam," terang Dwi.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, untuk melakukan pengecekan terhadap asal muasal wabah PMK masuk ke Indonesia lagi sebenarnya sangat mudah, yakni dengan menggunakan genom sequencing system total. Namun menurutnya, cara ini pun belum juga dilakukan pemerintah.
"Ya enggak tahulah, kok seolah-olah ada sesuatu ya yang ditutup-tutupi atau bagaimana dari negara mana. Sebenarnya gampang kok tidak susah," keluh Dwi.
Para pemangku kebijakan yang bertanggung jawab atas PMK, lanjut Dwi, seolah tidak memberi kejelasan bagaiman nasib PMK saat ini. Ia pun menyarankan agar pemerintah bisa berkordinasi dengan para akademisi dan pengamat untuk menyelesaikan wabah PMK.
"Ini yang sekarang terjadi, sekarang yang terjadi dan semua angkat tangan semua, lari semua. Yang bertanggung jawab terhadap itu. Ya itu lah, sekali-kali ya di perhatikanlah masukan dari pakar, ilmuwan," tandas Dwi.
ADVERTISEMENT