Pengamat: Penjelasan Gibran soal Greenflation Tak Tepat, Paslon Lain Tidak Paham

21 Januari 2024 22:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Debat Cawapres hari Minggu (21/1) berjalan panas, khususnya saat Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka melontarkan pertanyaan kepada Cawapres 03 Mahfud MD soal greenflation atau inflasi hijau.
ADVERTISEMENT
Gibran bahkan sempat beraksi seolah mencari sesuatu. Hal tersebut sebagai aksi menyindir Mahfud karena dia merasa tak mendapatkan jawaban soal inflasi hijau yang dia tanyakan.
"Saya tanya masalah inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau. Prof Mahfud yang namanya greenflation atau inflasi hijau itu kita kasih contoh yang simpel aja, demo rompi kuning di Prancis bahaya sekali, sudah memakan korban," katanya.
Menurut Gibran, harus kita antisipasi jangan sampai hal tersebut terjadi ke Indonesia, kita belajar dari negara maju. Negara maju saja, katanya, masih ada tantangan-tantangannya.
"Intinya Transisi menuju energi hijau harus super hati-hati, jangan sampai hanya membebankan RND yang mahal, proses transisi yang mahal ini kepada masyarakat, pada rakyat kecil. itu maksud saya inflasi hijau Prof Mahfud, terima kasih," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies menilai penjelasan Gibran soal greenflation tersebut dinilai tidak tepat.
"Greenflation ada isitilah itu, tapi penjelasan Gibrannya yang tidak tepat dan ternyata paslon yang lain tidak paham," kata Ali Ahmudi Achyak dalam live debat di Youtube kumparan.
Ali mengatakan greenflation erat kaitannya dengan transisi energi. Dia menjelaskan, dalam transisi energi dilakukan inovasi mencari sumber-sumber baru seperti dari bahan pangan, seperti penggunaan tebu atau sawit untuk pemanfaatan bioetanol. Hal itu kemudian menyebabkan kenaikan harga pangan.
"Itu greenflation yang dimaksudkan yang dalam definisi yang benar, bukan berarti greenflation versi Gibran adalah terjadinya kenaikan biaya dalam proses pengelolaan energi hijau karena ada konversi dari pangan misal, anggap minyak sawit yang tadinya minyak goreng jadi biodiesel," kata Ali.
ADVERTISEMENT
"Atau jangung yang awalnya pangan jadi bioetanol. Artinya biaya jadi meningkat, tidak lagi murah karena korporasi besar yang bermain. Petani tak bisa bersaing untuk menanam jagung," kata dia.
Direktur Center for Energy Security Studies, Ali Ahmudi Achyak. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Penjelasan Bank Sentral Eropa
Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB), mendefinisikan greenflation adalah inflasi yang diakibatkan adanya transisi energi. Hal ini terjadi karena harga bahan mentah meningkat akibat adanya transisi ke energi hijau.
Inflasi tersebut terjadi di berbagai negara maju seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Inflasi tersebut juga diperparah akibat perang di Ukraina.
"Meningkatnya pengeluaran untuk teknologi bebas karbon menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan yang strategis untuk infrastruktur tersebut," tulis keterangan ECB.
Di sisi lain, ketatnya peraturan lingkungan hidup yang membatasi investasi pada proyek pertambangan yang berpolusi tinggi juga membatasi pasokan bahan baku, yang juga mengakibatkan kenaikan harga. Oleh karena itu, transisi hijau menjadi lebih mahal karena penerapannya lebih luas.
ADVERTISEMENT
Dilansir Philonomist, pajak karbon yang dikenakan Eropa menyebabkan harga bahan bakar naik. Hal ini kemudian memicu gerakan protes Rompi Kuning di Prancis pada tahun 2018.
Dari segi logam strategis, harga litium yang digunakan untuk membuat baterai mobil listrik meningkat sebesar 400 persen pada tahun 2021. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, sementara permintaan litium diperkirakan akan meningkat sebanyak 40 kali lipat pada tahun 2040.