Pengamat: Premi Asuransi Jiwa Menurun Akibat Banyak Kasus Gagal Bayar

24 Juli 2024 18:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi asuransi. Foto: thodonal88/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi asuransi. Foto: thodonal88/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Industri asuransi jiwa sempat mengalami tren penurunan pendapatan premi beberapa tahun terakhir. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pendapatan premi industri asuransi jiwa pada tahun 2023 mencapai Rp 177,66 triliun.
ADVERTISEMENT
Nilai tersebut turun 7,1 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sma tahun sebelumny senilai Rp 191,18 triliun.
Pengamat Asuransi Kapler Marpaung mengatakan, penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa kasus gagal bayar yang terjadi. Hal ini menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa.
Selain itu, edukasi kepada nasabah atau calon nasabah masih rendah. Kapler mengatakan perlunya edukasi yang baik kepada calon nasabah sebelum menjual polis.
"Memastikan kepada nasabah apakah sudah memahami arti manfaat dan fungsi asuransi itu kita harus yakinkan bahwa nasabah telah memahami, mengerti dengan baik hak dan kewajibannya berdasarkan kontrak asuransi," katanya dalam acara webinar Infobank bertajuk Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan, Rabu (24/7).
Selanjutnya, proses risk assesment yang kurang atau tidak baik pada asuransi jiwa. "Kalau di asuransi jiwa itu ada pemeriksaan kesehatan, syarat ada juga, ada juga di dalam pertukaran asuransi tidak dibutuhkan pemeriksaan kesehatan oleh karena itu, ini menjadi catatan bagi kita pelaku di industri asuransi nasional," kata Kapler.
Ilustrasi Kresna Life Insurance. Foto: Shutterstock
Tak hanya itu, kasus gagal bayar yang terjadi juga karena back up reasuransi tidak tersedia atau buruk. Begitu juga cadangan premi atau klaim yang tidak memadai. Selain itu, kesehatan keuangan yang tidak memenuhi syarat minimum risk based capital (RBC) senilai 120 persen
ADVERTISEMENT
Di samping itu, Kapler mengatakan, kompetensi sumber daya manusia (SDM) di bawah standar minimum juga menjadi salah satu penyebab kasus gagal bayar pada asuransi jiwa.
"kita bisa lihat bahwa terjadinya banyak mis-selling yang dilakukan oleh agen sebagai garda terdepan kita dalam memasarkan produk asuransi. Agen asuransi yang sangat sering mengatakan bahwa pasti dijamin, uang pasti kembali," kata Kapler.
"Kemudian bilang asuransi unit link itu sama dengan deposito ini adalah suatu mis-selling, ini adalah suatu kekeliruan yang sangat besar di dalam memberikan statement kepada calon tertanggung tidak ada jaminan di dalam asuransi," ujarnya.
Kasus gagal bayar sejumlah asuransi telah menyita perhatian publik beberapa tahun belakangan ini. Seperti kasus gagal bayar Wanaartha Life yang mencapai Rp 15 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha Wanaartha Life karena perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan.
ADVERTISEMENT
Kemudian ada perusahaan asuransi jiwa Kresna Life. Perusahaan gagal bayar dua produk asuransinya yaitu Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK).
AJB Bumiputera 1912, perusahaan mengalami masalah solvabilitas sebesar Rp 20,72 triliun, sementara aset tercatat sebesar Rp 10,279 triliun, sedangkan liabilitas perusahaan mencapai Rp31,008 triliun. Karena itu, pengurus AJB Bumiputera yang baru pun berupaya menyelesaikan tunggakan klaim tahun 2020 sebesar Rp 5,3 triliun dari 365.000 pemegang polis di seluruh Indonesia.
Ada asuransi Jiwasraya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara akibat kasus Jiwasraya mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah tersebut terhitung dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana senilai Rp 12,16 triliun.
ADVERTISEMENT