Pengamat Sebut Target B40 di 2025 Bisa Tercapai, Produksi CPO Melimpah

10 November 2024 20:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelepasan uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelepasan uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
Target produksi bahan bakar biodiesel 40 persen atau B40 di tahun 2025 disebut sangat mungkin dilaksanakan karena jumat produksi Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit yang cukup.
ADVERTISEMENT
Pengamat pertanian, Syaiful Bahari, yang menyebut target tersebut mungkin dicapai karena jumlah produksi CPO nasional pada 2023 mencapai 48,24 juta ton dan tersedianya lahan perkebunan sawit seluas 16,38 juta hektare.
“Mengenai target presiden Prabowo untuk memproduksi B40 di 2025 sangat mungkin, karena jumlah produksi CPO nasional pada 2023 sebesar 48,24 juta ton. Luas lahan perkebunan sawit keseluruhan seluas 16,38 juta hektare,di mana 6,94 juta hektare atau 24 persen di antaranya adalah perkebunan rakyat. Sementara itu jumlah ekspor CPO ke berbagai negara sebanyak 16,17 persen dari total produksi CPO nasional,” ungkap Syaiful kepada kumparan, Minggu (10/11).
Syaiful juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara produksi CPO untuk pangan dan energi. Jika tidak ada keseimbangan maka Indonesia bisa kehilangan momentum untuk mencapai ketahanan pangan dan energi.
Tandan buah sawit segar yang baru dipanen. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
“Penempatan produksi sawit untuk pangan dan energi harus dijalankan seimbang oleh pemerintah, jika tidak maka potensi besar komoditi strategis nasional ini akan kehilangan momentumnya bagi Indonesia untuk membangun ketahanan pangan dan energi nasional,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, Nailul mengungkap produksi CPO dapat menghadapi masalah berupa penurunan produktivitas perkebunan sawit dalam 10 sampai 20 tahun mendatang. Ia menyarankan agar pemerintah melakukan percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang sudah dianggarkan dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Namun persoalan di depan mata saat ini adalah, 10-20 tahun mendatang, akan terjadi penurunan produktivitas perkebunan sawit. Karena itu langkah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah adalah melakukan percepatan peremajaan kelapa sawit rakyat yang anggarannya sudah tersedia di BPDPKS,” jelasnya.
Nailul mengungkap program ini berjalan lambat dalam 10 tahun belakangan akibat regulasi dan birokrasi yang rumit.
“Program ini sudah 10 tahun berjalan sangat lambat karena berbagai hambatan yang diciptakan oleh regulasi dan birokrasi yang rumit dan panjang,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Jika pemerintah tidak mempercepat program PSR maka akan ada distorsi antara keseimbangan pangan dan energi dalam sektor kelapa sawit.
“Karena itu, jika pemerintahan Prabowo serius untuk membangun B40 dan sekaligus ketahanan pangan, maka program PSR harus segera dijalankan. Kalau tidak, maka yang akan terjadi adalah distorsi keseimbangan pangan dan energi di perkelapasawitan dan ini merugikan kepentingan nasional,” pungkasnya.