Pengenaan Pajak Karbon Dinilai Tak Usah Tunggu Pasar Karbon Rampung

5 Oktober 2022 15:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emisi Karbon Perkotaan Foto: Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Emisi Karbon Perkotaan Foto: Aly Song
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah terus mengulur waktu pengenaan pajak karbon di Indonesia. Awalnya, kebijakan tersebut ditargetkan bisa diterapkan di 1 Juli 2022 ini, tetapi hingga kini belum kunjung ada titik terang terkait penerapan pajak tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pernyataan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, banyak infrastruktur yang perlu dipersiapkan untuk menerapkan pajak karbon, mulai dari perhitungan karbon, siapa yang mencatat karbon, hingga pada proses verifikasi.
Suahasil menekankan, yang paling penting saat ini adalah mempersiapkan infrastruktur yakni pasar karbon. Jika pasar karbon di Indonesia sudah siap, maka pemerintah dapat menerapkan pajak karbon.
"Jadi banyak infrastruktur yang perlu disiapkan. Pajak karbon itu bukan sekadar ada emisi terus dipajakin. Jadi itu adalah suatu mekanisme untuk memenuhi kita bisa mendapatkan NZE. Jadi kami perlu siapin infrastrukturnya secara komplit, nah itu perlu dipersiapkan," ungkap Suahasil.
Meski begitu, Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, menyebutkan jika pengenaan pajak karbon pada dasarnya tidak usah menunggu pasar karbon di Indonesia siap terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Bhima menjelaskan, pajak karbon tidak bisa dipisahkan dari pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di tengah pandemi COVID-19. Dia menilai, jika peraturan dirancang saat pandemi maka pemerintah sudah paham konsekuensi dari kebijakan tersebut.
Terlebih, hanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saja yang menjadi objek pengenaan pajak karbon untuk pertama kali, tidak berlaku untuk seluruh sektor usaha. Anehnya, menurut dia, pemerintah malah tidak kunjung menerapkannya.
"Jadi ini semacam inkonsistensi kebijakan. Pajak karbon tidak perlu menunggu pasar karbon, bisa paralel," ungkapnya saat dihubungi kumparan, Rabu (5/10).
Bhima mencontohkan di kawasan Eropa yakni Finlandia telah menerapkan pajak karbon sejak tahun 1990-an. Namun, pasar karbon atau European Emission Trading System (ETS) baru beroperasi di tahun 2005.
ADVERTISEMENT
"Pajak karbon mekanisme fiskal, yang mengatur tarif dan uangnya mau diserahkan kemana ada di tangan pemerintah. Sementara pasar karbon lebih ke perdagangan komoditas antar pelaku usaha, peran pemerintah hanya pengawas," jelas Bhima.
Untuk itu, Bhima menilai tidak ada yang mengharuskan pasar karbon siap atau jadi terlebih dahulu, baru pajak karbon diberlakukan di sebuah negara.