Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Pengusaha Elektronik Keluhkan Gempuran Impor dan Iklim Investasi Tak Pasti
17 Februari 2025 14:47 WIB
·
waktu baca 3 menit![Ilustrasi barang elektronik yang sudah tidak terpakai di rumah. Foto: Shutter Stock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1597050005/zqlznb5v8a06yjcifpbl.jpg)
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) mengeluhkan maraknya produk elektronik impor di dalam negeri. Sementara itu, iklim investasi juga dinilai masih penuh ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
“Kami terus menyuarakan kepada pemerintah untuk melakukan proteksi terhadap pasar dalam negeri. Kami percaya bahwa Bapak Presiden Prabowo memiliki komitmen kuat dalam melindungi industri dalam negeri, karena melalui peningkatkan kinerja industri akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,” kata Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, dalam keterangannya, Senin (17/2).
Daniel juga meminta pemerintah dapat segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag ) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Selain berpotensi membuka serbuan impor produk jadi, Permendag 8/2024 juga dinilai membawa dampak buruk terhadap ketidakpastian investasi di Indonesia, khususnya bagi sektor industri elektronika.
Daniel menjelaskan, saat pemberlakuan Permendag 36/2023, hampir semua produsen peralatan asli (Original Equipment Manufacturer/OEM) di China telah melakukan kontak untuk rencana kerja sama dengan sejumlah produsen elektronika dalam negeri.
ADVERTISEMENT
"Namun, dengan dibatalkannya Permendag 36/2023 dan diganti menjadi Permendag 8/2024, otomatis mereka (produsen OEM) ini secara sepihak mundur dari rencana kerja sama tersebut," ungkap Daniel. Bahkan, ada beberapa anggota Gabel yang telah menambah investasi, tetapi akhirnya hanya jadi beban biaya setelah pemberlakuan Permendag 8/2024.
“Jadi, idealnya pemerintah lebih baik dapat mengembalikan penerapan regulasinya melalui Permendag 36/2023. Sebab, dengan Permendag 36/2023, diberlakukan adanya pertimbangan teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian, yang dapat bertujuan melindungi industri dalam negeri,” ujar Daniel.
Selama penerapan Pertek tersebut, Gabel melihat tidak ada yang menghambat kegiatan produksi para anggotanya. Malah, dengan ditiadakan lagi Pertek, Indonesia kehilangan salah satu instrumen penting pengendalian impor.
“Padahal, regulasi pengendalian impor itu sangat normal dan banyak negara yang melakukannya. Ini menjadi sebuah kepastian hukum bagi para investor di Indonesia,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Permendag 8/2024 telah membuat sejumlah investor China membatalkan rencananya menanamkan modal di Indonesia. “Ada investor China yang ingin membangun industri elektronik di Indonesia karena imbas perang dagang RRT dan Amerika Serikat,” ungkap Daniel.
Relokasi fasilitas manufaktur asal China itu nantinya untuk memenuhi permintaan pasar ekspor mereka. “Tetapi mereka juga menilai proteksi perdagangan Indonesia lemah karena adanya penerapan Permendag 8/2024,” tandasnya.
Daniel mengatakan, Gabel menyayangkan adanya pernyataan dari Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) yang menyampaikan bahwa Permendag 8/2024 dapat memacu investasi di Indonesia. “Pernyataan itu tidak sesuai yang terjadi di lapangan sesungguhnya,” tegas Daniel.
Menurutnya, kalaupun kinerja industri AC sedang mengalami pertumbuhan, itu bukan berdasarkan atas penerapan Permendag 8/2024, melainkan adanya Permendag 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, Serta Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga. Permendag 68/2020 telah mampu menekan impor barang konsumsi.
ADVERTISEMENT
“Sebab, para pelaku usaha saat itu wajib memiliki Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) untuk pemenuhan persyaratan impor komoditas tersebut. Selain itu, Permendag ini juga mengatur pelabuhan tujuan yang dapat digunakan sebagai pintu masuk,” jelas Daniel.
Daniel menambahkan, kontrol impor melalui Permendag No.68/2020 memberikan efek positif terhadap peningkatan pangsa pasar produksi dalam negeri, dan memicu peningkatan investasi AC residensial.
“Dengan diberlakukan kebijakan PI dan TKDN, perusahaan mulai dan memperluas produksi lokal di Indonesia. Total kapasitas produksi AC domestik diperkirakan mencapai 5 juta unit per tahun,” ujarnya.
Namun, relaksasi pemberian PI mulai awal Januari 2021 menghambat momentum masuknya investasi dalam rangka substitusi impor AC residensial. Hal serupa pun terjadi dengan penerapan Permendag 8/2024, yang meniadakan Pertek dari Kemenperin.
ADVERTISEMENT
“Sangat sulit bagi industri dalam negeri bisa bersaing dengan China, apabila tanpa campur tangan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan NTB (Non-Tariff Barrier) untuk proteksi pasar dalam negeri. Proteksi ini juga menjaga agar daya beli masyarakat tidak turun, sehingga aktivitas produksi bisa berjalan baik, yang membawa dampak terhadap peningkatan lapangan kerja dan masuknya investasi,” papar Daniel