Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.1
Pengusaha: Jangan sampai Deregulasi untuk Hadapi Tarif AS Ganggu Industri
14 Mei 2025 11:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Pengusaha memandang Indonesia perlu mengurangi hambatan non tariff dalam menghadapi tingginya tarif impor yang diteken oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sehingga perlu dilakukan deregulasi atau penyederhanaan aturan.
ADVERTISEMENT
Namun, Ketua Umum Asosiasi Penguasa Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menuturkan langkah pengurangan hambatan non tariff ini harus dilakukan tanpa mengganggu industri dalam negeri.
"Jadi ini sesuatu yang pada saat yang sama membuka peluang untuk melakukan deregulasi, tapi kita juga harus memperhatikan apa saja yang bisa kita lakukan, yang kita bisa buka," tutur Shinta dalam media briefing di Kantor Apindo, Selasa (13/5).
Shinta melihat, meskipun perang dagang terpantau sudah menunjukkan angin segar usai adanya kesepakatan penurunan tarif impor AS-China, tetapi Indonesia tetap harus mewaspadai setiap kemungkinan yang terjadi pada perekonomian global.
Terlebih perang dagang ini berdampak pada industri yang berorientasi ekspor khususnya ke AS, seperti pakaian dan aksesori pakaian, furnitur, lampu, olahan daging dan alas kaki persen.
ADVERTISEMENT
Kemudian perang dagang juga menyebabkan turunnya permintaan domestik imbas banjirnya produk impor.
Shinta melihat hambatan tarif impor dari China ke AS juga berpotensi membuat Tiongkok mencari pasar alternatif lain, termasuk Indonesia.
"Jadi kita perlu siapkan dengan safeguard, dengan mekanisme anti-dumping, instrumen-instrumen ini harus disiapkan," imbuh Shinta.
Selain itu perang dagang juga menyebabkan biaya produksi naik akibat volatilitas nilai tukar. Terlebih menurut dia 90 persen bahan baku manufaktur Indonesia masih berasal dari impor.
Sehingga untuk menghadapi situasi ini, lanjut Shinta, selain melakukan deregulasi seperti yang diminta AS, Indonesia juga perlu memperkecil defisit perdagangan AS-Indonesia.
Dia melihat potensi dari komoditas LPG, Crude Palm Oil (CPO), gandum, kedelai, juga kapas. "Jadi kita ekspor ke Amerika tekstil, tapi kita bisa import lebih banyak kapas," kata Shinta.
ADVERTISEMENT
Kemudian Indonesia juga harus memperkuat hubungan perdagangan dan kerja sama dengan AS. Ini bisa dilakukan dengan mengadakan trade and investment framework agreement maupun limited trade deal.bUpaya ini dibarengi dengan langkah diversifikasi pasar ekspor.
"Jadi Indonesia kita sudah mengatakan sebaiknya melakukan also diversifikasi pasar ekspor, terutama kerja sama yang dilakukan dengan negara lain seperti EU yang harapan kami bisa segera diselesaikan tahun ini," jelas Shinta.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastratmaja juga menuturkan pemerintah perlu berhati-hati ketika akan melakukan deregulasi untuk menghadapi tarif impor AS.
Menurut dia, pemerintah harus mempelajari betul mana yang harus dipermudah, mana yang harus dipertahankan.
"Jadi jangan main bongkar aturannya. Kalau seandainya produk yang udah di Indonesia ada dan industrinya sudah mapan ya kita harus jaga," tutur Jemmy.
ADVERTISEMENT
Dia melihat adanya potensi Indonesia justru akan kebanjiran produk impor jika deregulasi tidak dilakukan secara hati-hati.
"(Nantinya) industri kita makin terburuk, malah unemployment atau PHK yang kita harapkan itu melandai dipekerjakan kembali malah ini membuat problem baru," tutur Jemmy.