Pengusaha Keluhkan Banyak Toko Ritel Tutup Imbas Serbuan Produk Impor Ilegal

5 Juli 2024 18:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung menenteng tas belanja saat mengunjungi Mall Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (1/7). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung menenteng tas belanja saat mengunjungi Mall Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (1/7). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan produk impor ilegal yang beredar di Indonesia berimbas pada turunnya okupansi toko-toko yang berada di ritel.
ADVERTISEMENT
"Banyak peritel tutup toko. Itu mempengaruhi okupansi rata-rata nasional. Ini yang harus dibenahi segera," kata Alphonzus saat media gathering di Sarinah Jakarta, Jumat (5/7).
Pada tahun 2023 ketika menyusun rencana bisnis 2024, APPBI menargetkan okupansi mencapai 90 persen seperti sebelum pandemi COVID-19. Namun dengan maraknya produk impor ilegal, target tersebut terkoreksi menjadi 80 persen, lebih realistis.
"Ketika COVID-19 turun menjadi 70 persen. Tahun 2023 sudah 80 persen. Kami harap tahun 2024 mencapai 90 persen, tapi kami revisi karena banyak sekali gangguan-gangguan yang mengakibatkan peritel ada yang mengurangi pembukaan toko baru," kata Alphonzus.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja dalam temu pers APPBI bersama dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) di kawasan Kuningan, Jakarta pada Kamis (18/1/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Menurutnya target 80 persen tersebut lebih realistis karena tahun ini tersisa hanya lima bulan, ditambah musim puncak ketika Lebaran sudah berlalu. Namun bila tren penutupan toko di ritel masih berlanjut, kondisi ritel-ritel bisa lebih buruk dari perkiraan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang sedang musim rendah. Ini sedikit mengkhawatirkan. Mudah-mudahan kami bisa bertahan di 80 persen. Tapi kalau diperkirakan masuk 2025 saya kira 80 persen diragukan, apa bisa bertahan di 80 persen di awal 2025," ujarnya.
Sementara Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah mengatakan produk impor ilegal selain merugikan produk lokal juga merugikan produk impor legal.
Dia mencontohkan dampak lainnya dari peredaran produk impor ilegal di Indonesia ini seperti hengkangnya brand-brand luar negeri yang sudah produksi di Indonesia.
"Global brand bisa enggak mau bikin kalau banyak barang ilegal di Indonesia, biisa dipindahkan produknya ke negara lain. Itu kerugiannya besar skelai. Contoh kita sebut satu merek saja, ada yang USD 500 juta per tahun, order ke pabrik Indonesia tekstil garmen. Itu bisa rugi besar," kata Budi.
ADVERTISEMENT