Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Pengusaha Keramik Surati Prabowo, Minta Harga Gas Murah
11 Desember 2024 15:44 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan surat ini diajukan dengan tembusan Menteri Perindustrian dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Minggu lalu dari Asaki kami juga sudah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Prabowo (dan Wapres) Gibran. Dan kami juga memberi tembusan ke Pak Menperin dan Pak Menteri ESDM bahwa industri keramik dalam negeri ini membutuhkan dua hal berkaitan energi gas. Satu, kepastian keberlanjutan daripada HGBT yang USD 6,5 (per MMBTU) ini,” kata Edy usai Media Talks: Bincang Santai Industri Keramik Tableware & Glassware di Kantor Kemenperin, Rabu (11/12).
Edy mengaku pelaku industri mengkhawatirkan kebijakan gas murah ini tidak akan dilanjutkan oleh pemerintah. Sebab, periode pemberian harga gas khusus industri ini hanya berlaku sampai 2024.
ADVERTISEMENT
Sehingga, untuk keberlanjutan usahanya, industri termasuk sektor keramik membutuhkan kepastian akan kelanjutan kebijakan yang membuat industri mendapatkan gas dengan harga USD 6,5 per MMBTU tersebut.
“Kalau kita membaca Permen ESDM terakhir, itu hanya sampai tahun 2024. Ini kan menjadikan sebuah pertanyaan, menjadi sebuah kekhawatiran daripada semua industri yang penerima, 7 sektor penerima HGBT , bagaimana kelanjutannya. Ini yang kami juga ingin mendapatkan sebuah kepastian,” jelas Edy.
Selain kepastian akan kelanjutan kebijakan gas murah, Edy menyebutkan, dalam surat tersebut Asaki juga meminta Presiden Prabowo untuk memperlancar suplai gas untuk industri.
Dia menyoroti utilitas industri ceramic tableware atau industri alat makan dari keramik yang di bawah 50 persen disebabkan oleh kurangnya suplai gas untuk sektor ini. Padahal, menurut dia, Indonesia merupakan produsen keramik tableware terbesar di Asia Tenggara dengan produksi hampir 470 juta unit per tahun.
ADVERTISEMENT
“Kedua adalah setelah kepastiannya, bagaimana dengan kelancarannya? suplainya? Kita lihat nih, salah satu dari sektor tableware, kenapa tingkat utilisasinya mereka 2 tahun ini terganggu di bawah 50 persen? saya rasa sekitar 45 persen,” imbuh Edy.
Dia mengatakan, sulit bagi pengusaha untuk memproduksi ceramic tableware dengan kapasitas penuh, sebab alokasi gas murah yang diberikan pemerintah hanya berkisar antara 60 hingga 70 persen dari total kebutuhan gas industri.
Sedangkan sisanya harus dibeli dengan harga normal yaitu USD 13,8 per MMBTU. Hal ini menurut dia akan membuat pengusaha merogoh kocek lebih dalam, sebab gas menempati 30 persen dari keseluruhan biaya produksi keramik. Imbasnya, daya saing berkurang.
“Ya, gimana kita memproduksi full kalau gasnya hanya boleh pakai 60 persen, 70 persen? Sisanya kita harus membayar USD 13,8 dolar (per MMBTU), yang mana itu tidak berdaya saing,” tutur Edy.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), utilisasi industri ceramic tableware memang berada di bawah angka 50 persen pada Semester I 2024 dari total kapasitas produksi 253.796 ton.
Selanjutnya, industri glassware nasional memiliki kapasitas produksi sebesar 286.380 ton per tahun dan industri kemasan kaca memiliki kapasitas produksi sebesar 403.679 ton per tahun di mana produk gelas kaca masih berfokus pada produk soda lime glass.