Pengusaha Minta Kenaikan Upah 2024 Tak Dijadikan Kendaraan Politik Jelang Pemilu

13 November 2023 13:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa yang tergabung dari sejumlah kelompok buruh melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin (2/10/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dari sejumlah kelompok buruh melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin (2/10/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengusaha meminta terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan tidak dijadikan alat pemilihan umum (Pemilu) jelang kontestasi politik tahun depan.
ADVERTISEMENT
“Memasuki tahun politik nasional pemilihan Presiden juga Wakil Presiden, anggota legislatif dan Pilkada serentak 2024, dunia usaha berharap agar isu upah tidak terbawa ke ranah politik,” tutur Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Sarman Simanjorang, dalam keterangannya pada Senin (13/11).
Sarman khawatir, jika isu kenaikan upah disangkutpautkan dengan politik, akan menimbulkan keretakan di dunia usaha. Terutama antara investor dan pengusaha.
Sehingga hal ini akan berdampak pada produktivitas perusahaan, menimbulkan tersendatnya penyerapan tenaga kerja, mengularnya pengangguran hingga permasalahan pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Karena akan menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha dan calon investor, menimbulkan gejolak hubungan industrial yang akhirnya berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan masa depan perekonomian nasional,” tambah Sarman.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Sarman menjamin ketentuan kenaikan upah minimum yang termaktub dalam PP 51/2023 tersebut tetap akan dipatuhi oleh pengusaha. Lantaran menurutnya, kenaikan upah setiap tahunnya adalah komitmen bagi pengusaha di Indonesia.
Direktur Ticketing INASGOC, Sarman Simanjorang. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Dunia usaha menyambut baik terbitnya PP tersebut, mengingat akhir bulan ini gubernur akan menetapkan UMP (Upah Minimum Provinsi) dan bupati atau wali kota akan menetapkan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) tahun 2024 dan diharapkan semua pihak dapat menghormati dan menaati ketentuan tersebut,” selorohnya.
Bahkan Sarman memandang perlu adanya sanksi yang dilayangkan pemerintah bagi pelaku usaha yang mangkir dari ketentuan kenaikan upah 2024 ini.
“Pemerintah Pusat harus tegas memberikan sanksi kepada siapa pun yang tidak mematuhi regulasi terkait dengan penetapan upah termasuk Kepala Daerah jika menetapkan UMP/UMK menyimpang dari PP No.51 tahun 2023. Pelaku usaha tetap berkomitmen agar kesejahteraan pekerja harus naik dari tahun ke tahun sesuai dengan kemampuan pengusaha dan kondisi ekonomi nasional,” tutup Sarman.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Dalam beleid tersebut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, ada formula pengupahan yang terdiri 3 variabel kenaikan upah yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α).