Pengusaha Minta Relaksasi Tarif Cukai Rokok

8 Desember 2020 10:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) meminta perpanjangan batas waktu hingga dua bulan untuk pemesanan pita cukai, pelekatan pita cukai, dan penarikan produk tembakau berpita cukai 2020.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan, hal itu sebagai antisipasi jika pemerintah jadi menaikkan tarif cukai hasil tembakau di tahun depan. Selain itu juga karena pemerintah hingga akhir tahun ini tidak kunjung memastikan tarif cukai rokok di 2021.
"Mundurnya batas waktu tersebut sesuai dengan mundurnya waktu pengumuman kebijakan, yakni dua bulan," ujar Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan kepada kumparan, Selasa (8/12).
Selain itu, Henry juga meminta pemerintah memberikan relaksasi berupa penundaan pembayaran pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari pada awal 2021. Menurutnya, relaksasi tersebut sebagai upaya antisipasi adanya penurunan penjualan pada awal tahun.
Dia menuturkan, tren pasar pada awal tahun cenderung rendah akibat musim hujan dan bencana pada awal tahun. Pada awal tahun juga bertepatan dengan tahun ajaran baru, sehingga konsumen lebih memprioritaskan belanja lainnya.
Suasana pekerja di ruang produksi pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) mitra PT HM Sampoerna, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Foto: Siswowidodo/ANTARA FOTO
Puasa Ramadhan yang jatuh pada April 2021 juga akan menimbulkan penurunan penjualan sebesar 30-40 persen. Pada saat yang bersamaan, perusahaan rokok juga harus membayar tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri yang jatuh pada Mei 2021.
ADVERTISEMENT
“Tetapi jika memang naik dan dan diumumkan akhir tahun (Desember ini), kami berharap pemerintah memberikan relaksasi cukai agar dampak terhadap cashflow perusahaan tidak terlalu parah,” kata Henry.
Meski demikian, Henry tetap berharap agar pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau di tahun depan. Jika kenaikan tarif tinggi dan pengumuman baru dilakukan akhir tahun, hal ini dinilai semakin menekan industri.
“Pemerintah biasanya mengumumkan kebijakan kenaikan cukai antara bulan Oktober-November. Di tengah ketidakpastian mengenai rencana kebijakan cukai 2021, kami khawatir kenaikan cukai justru masih memberatkan dampak terhadap sektor pertembakauan nasional," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTI Agus Parmuji mengatakan, tarif cukai rokok golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak naik di tahun depan. Hal ini berdasarkan kesepakatan diskusi antara asosiasi petani tembakau dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Hasil dialognya, oke SKT tidak naik. Deal yang SKT,” ujar Agus kepada kumparan, Senin (7/12).
Namun hingga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai tarif cukai golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Menurut Agus, pemerintah tetap kukuh SKM naik di tahun depan. Inilah yang masih menjadi perdebatan dengan para petani dan industri.
“Pemerintah tetap mau naik, kami masih minta supaya SKM juga tidak naik. Pemerintah masih bertahan di double digit 10-17 persen kenaikannya, kami penginnya maksimal 5 persen untuk cukai SKM,” pungkasnya.