Pengusaha Prediksi Gelombang PHK Berlanjut di 2024, Terutama Sektor Tekstil

4 Agustus 2024 15:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Foto: Kementerian Koperasi dan UKM
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Foto: Kementerian Koperasi dan UKM
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, memperkirakan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terus berlanjut di 2024. Ia mengatakan industri yang berpotensi melakukan PHK adalah industri padat karya berorientasi ekspor seperti sektor garmen atau tekstil.
ADVERTISEMENT
"Potensi PHK masih ada, tapi lebih kepada selected industry khususnya industri padat karya berorientasi ekspor seperti sektor garmen yang memang selama ini sudah mengalami tekanan baik dari sisi pasar maupun dari sisi inflasi biaya usaha," kata Shinta kepada kumparan, Minggu (4/8).
Selain itu, Shinta menilai industri manufaktur juga berpotensi melakukan PHK ke karyawan, meski jumlahnya tidak terlalu besar. Di tengah kondisi itu, kemungkinan besar yang terjadi yaitu akan adanya pembekuan perekrutan karyawan baru.
"Untuk industri manufaktur lain sebetulnya resiko PHK-nya tidak terlalu besar, tetapi kemungkinan besar akan terjadi hiring freeze yang berkepanjangan," ujar Shinta.
Shinta memandang industri manufaktur nasional saat ini masih relatif stabil. Namun hingga akhir tahun akan cukup menantang.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani usai acara Kick Off Pengusaha Mengajar di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (31/1/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
"Ini karena resiko inflasi biaya operasi usaha atau capex (efek samping pelemahan nilai tukar) akan tetap tinggi hingga akhir tahun," ungkap Shinta.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di sisi pasar terdapat potensi penurunan daya beli masyarakat di paruh kedua 2024, juga maraknya impor ilegal. Selain itu, pelaku usaha di sektor juga masih banyak yang wait and see untuk ekspansi karena transisi politik.
"Tiga kombinasi faktor ini menyebabkan ekspansi usaha di sektor manufaktur cenderung lemah sepanjang tahun sehingga potensi hiring freeze dan PHK masih tetap terbuka, bergantung pada kondisi iklim usaha atau investasi yang diciptakan oleh ketiga faktor tersebut, termasuk intervensi kebijakan pemerintah yang mempengaruhi faktor tersebut," terang Shinta.
Lebih lanjut, Shinta megaskan pelaku usaha atau industri yang menjadi bagian anggota Apindo tetap mematuhi aturan jika melakukan PHK karyawan.
"Sepengetahuan kami dari anggota Apindo kalau ada yang harus PHK karyawan mengikuti aturan yang berlaku. Namun masih banyak yang berupaya untuk tetap mempertahankan karyawannya sebisa mungkin tapi tidak melakukan rekrutmen," tutur Shinta.
ADVERTISEMENT
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat total pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang semester I 2024 mencapai 32.064 pekerja.
Berdasarkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker yang diterima kumparan, Sabtu (3/8), PHK terbanyak terjadi di DKI Jakarta dengan jumlah 7.469 pekerja terdampak.
Daerah kedua terbanyak adalah Banten dengan total 6.135 pekerja, disusul oleh Jawa Barat sebanyak 5.155 pekerja dan Jawa Tengah dengan 4.275 pekerja.
Posisi selanjutnya adalah Sulawesi Tengah dengan total 1.812 pekerja terdampak, kemudian Bangka Belitung 1.527 pekerja terdampak, dan Riau sebanyak 833 pekerja.
Berikutnya adalah daerah dengan PHK terbanyak lainnya adalah Jawa Timur dengan total 819 pekerja, lalu Kalimantan Barat sebanyak 785 pekerja, dan terakhir posisi ke-10 adalah Sumatera Utara dengan 539 pekerja terdampak PHK hingga Juni 2024.
ADVERTISEMENT