Pengusaha Sebut Gelombang PHK Akibat Penggunaan AI Masih Akan Berlanjut di 2024

18 Desember 2023 11:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja merakit kerangka mobil BMW di Pabrik Perakitan BMW di kawasan Sunter, Jakarta Utara.  Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja merakit kerangka mobil BMW di Pabrik Perakitan BMW di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Ancaman kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI) terhadap sektor ketenagakerjaan semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya di Indonesia, namun seluruh dunia mewanti-wanti fenomena tersebut.
ADVERTISEMENT
Bahkan, CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk juga menegaskan, kecerdasan buatan pada akhirnya akan membuat masyarakat tidak memiliki pekerjaan.
Dikutip dari CNBC International, berdasarkan laporan terbaru mengenai 750 pemimpin bisnis yang menggunakan AI dari ResumeBuilder, 37 persen mengatakan teknologi tersebut menggantikan pekerja pada tahun 2023.
"Sementara itu, 44 persen melaporkan bahwa akan ada PHK pada tahun 2024 akibat efisiensi AI," kata laporan tersebut, dikutip kumparan Senin (18/12).
Namun di tengah laporan PHK yang dipicu oleh AI, banyak ahli yang tidak setuju dengan pandangan Elon Musk. Seperti ahli strategi resume dan karier di ResumeBuilder, Julia Toothacre, menyadari angka-angka dari penelitiannya mungkin tidak secara akurat mencerminkan lanskap bisnis secara luas.
“Masih banyak organisasi tradisional dan usaha kecil yang tidak memanfaatkan teknologi seperti yang dilakukan perusahaan besar,” kata Toothacre.
Pekerja melakukan perakitan di Pabrik United Bike, Bogor, Kamis (21/9/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurut laporan State of AI at Work 2023 dari Asana, karyawan mengatakan bahwa 29 persen tugas pekerjaan mereka dapat digantikan oleh AI. Namun, Asana menilai AI meningkatkan kemampuan dan kolaborasi manusia, bukan menggantikan manusia secara langsung.
ADVERTISEMENT
PBB melaporkan pekerja kantoran dan administrasi mewakili antara 19,6-30,4 persen dari seluruh pekerja di dunia. Namun pada tahun 2022, 34 persen populasi global masih belum memiliki akses terhadap internet.
Dengan demikian, perbincangan seputar dampak AI terhadap PHK dan potensi restrukturisasi pekerjaan perlu juga mencakup diskusi mengenai hubungan yang lebih luas antara pemilik teknologi dan yang bukan.
Sebelumnya, Elon Musk berbicara dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dalam acara pada akhir pertemuan puncak pekan ini mengenai AI. Wawancara berdurasi 50 menit itu membahas prediksi Musk bahwa teknologi akan membuat pekerjaan yang dibayar menjadi sia-sia.
CEO Tesla Elon Musk menghadiri Forum Wawasan Kecerdasan Buatan (AI) bipartisan untuk seluruh senator AS yang diselenggarakan oleh Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer (D-NY) di US Capitol di Washington, AS. Foto: Leah Millis/REUTERS
Elon memberi peringatan terkait dampak buruk yang bisa ditimbulkan AI terhadap pekerjaan. “Kami melihat kekuatan yang paling mengganggu dalam sejarah di sini,” ujar Musk sebelum berspekulasi. “Akan tiba saatnya di mana pekerjaan tidak diperlukan. Anda dapat memiliki pekerjaan jika menginginkan untuk kepuasan pribadi, namun AI akan melakukan segalanya”.
ADVERTISEMENT
“Hal ini adalah baik dan buruk, salah satu tantangan di masa depan adalah bagaimana kita menemukan makna dalam hidup,” lanjut Musk.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menilai pesatnya perkembangan industri 4.0 bakal berdampak hilangnya 23 juta pekerjaan di tahun 2030.
"Kalau kita lihat lebih jauh, bonus demografi akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 atau 7 tahun dari hari ini. Waktu yang tidak lama, tentunya dengan banyaknya angkatan kerja, lapangan pekerjaan yang dibutuhkan pun akan semakin banyak," kata Arsjad saat Peluncuran Platform Kadin for Naker di Gelora Bung Karno, Senayan, Minggu (30/4).
"Namun dengan berkembangnya teknologi dan otomatisasi, 23 juta juta pekerjaan terancam punah pada tahun 2030 mendatang," tambahnya.
ADVERTISEMENT