Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional ini, diyakini semakin menyulitkan posisi UMKM hingga pabrik gula rafinasi.
Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono, menilai terbitnya aturan tersebut hanya akan memperburuk kondisi usaha di tengah masih merebaknya pandemi COVID-19. Beleid tersebut, kata Dwiatmoko, juga berpotensi mematikan pabrik-pabrik gula di Jawa Timur yang telah beroperasi bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
"Permenperin ini melarang industri gula rafinasi di Jawa Timur yang melakukan revitalisasi setelah tahun 2010 Mei, itu tidak boleh melakukan impor lagi. Dan yang boleh adalah 11 pabrik rafinasi yang kebanyakan di Cilegon," ujar Dwiatmoko dalam webinar bertajuk Nasib Industri Makanan dan Minuman di Jatim di Balik Impor Gula, Rabu (7/4).
ADVERTISEMENT
"Permenperin Nomor 3 saya katakan di sini menghapus impian menjadi swasembada gula dan mematikan industri mamin di Jawa Timur, bahkan di daerah-daerah yang tidak ada pabrik rafinasi," sambungnya.
Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur, Muhammad Zaki, mengutarakan ketakutan senada. Menurutnya, aturan tersebut saat ini menyebabkan terjadinya kelangkaan suplai gula rafinasi yang kemudian berpotensi tersendatnya usaha UMKM di Jawa Timur.
Selain itu, ia menilai peraturan tersebut memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat. Ia sendiri termasuk pengusaha kopi saset yang gagal berproduksi menyambut momentum Ramadhan 2021 lantaran tidak adanya pasokan gula.
"Kenapa ada 11 industri gula yang diberikan jatah (impor) rafinasi? Jatim ini adalah provinsi yang banyak pabrik gula, tak satu pun yang diberikan kuota. Menurut saya pemaksaan tidak fair, akan terjadi monopoli, persaingan tidak sehat sehingga berdampak pada UMKM itu sudah mulai pada runtuh," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kemenperin Diminta Cabut Aturan Impor Gula Rafinasi
Banyaknya kekhawatiran tersebut membuat mereka mendesak agar Kemenperin mencabut regulasi terkait gula rafinasi ini. Sebab, para pelaku usaha ini berharap momentum Ramadhan dan Lebaran 2021 ini bisa jadi sedikit angin segar setelah babak belurnya usaha sepanjang merebaknya pandemi COVID-19.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, juga menyarankan agar Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 dikaji ulang. Selain mempertimbangkan kondisi pelaku industri gula dan UMKM, nasib para petani tebu juga ditentukan oleh kebijakan tersebut.
"Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 sebaiknya direvisi, dengan mempertimbangkan aspek persaingan usaha yang sehat hingga tertib administrasi dan koordinasi antar-kebijakan. Kebijakan ini juga membuka celah terjadinya rembesan, maladministrasi, sampai praktik diskriminasi," pungkas Tauhid dalam diskusi yang sama.
ADVERTISEMENT