Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Pengusaha Truk Keberatan dengan Syarat Wajib PCR: Mau Habis Biaya Berapa?
12 Juli 2021 11:54 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:03 WIB

ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan (Kemenhub ) resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 43 Tahun 2021, tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
ADVERTISEMENT
Salah satu poin dalam beleid tersebut yaitu mewajibkan pelaku logistik khusus pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan logistik, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengaku keberatan. Sebab, biaya tes PCR lebih mahal dibanding biaya pengiriman.
Untuk pembanding, biaya PCR sekitar Rp 800-900 ribu. Sedangkan untuk biaya angkut di Jabodetabek sekitar Rp 600-Rp 700 ribu untuk sekali jalan. Sementara untuk biaya angkut ke luar provinsi, atau misal ke Pulau Jawa mencapai Rp 2,5 juta sekali jalan.
“Lha terus kalau dia harus cek dua kali (PCR) perjalanan mau habis biaya berapa?” katanya kepada kumparan, Senin (12/7).
Ia juga menjelaskan, angkutan logistik merupakan layanan yang tidak membawa penumpang. Kemungkinan terjadi penularan kecil.
ADVERTISEMENT
Selain itu, operasional sopir truk membutuhkan waktu 3-4 hari sampai mereka kembali ke lokasi semula atau pool. Sehingga, waktu untuk melakukan cek PCR sangat sedikit.
“Truk parkir di mana? Setelah parkir semua pengemudi berbondong-bondong di tempat juga enggak, kalau kumpul potensi antrean. Beda sama bus, kalau bus bawa penumpang kalau truk enggak bawa penumpang. Artinya yang ditulari sendiri atau kernet sopir sama kernet,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kyatmaja berpendapat persyaratan wajib PCR ini sangat sulit dilakukan. Sebab, aturan ini belum pernah disosialisasikan. “Jadi itu memang belum disosialisasikan sebelumnya, enggak mungkin (dapat dilakukan di lapangan),” tutupnya.