Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Penjelasan Freeport soal Tudingan Merugikan Negara Rp 185 Triliun
17 Oktober 2018 20:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB

ADVERTISEMENT
PT Freeport Indonesia (PTFI) disebut telah merugikan negara sebesar Rp 185 triliun karena aktivitas pertambangan mereka yang menghasilkan limbah tailing. Tudingan itu dijawab oleh Executive Vice President PTFI Tony Wenas.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, kerugian yang dimaksud hanya perkiraan dan bukan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Perkiraan tersebut berasal dari kajian yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB).
“Sementara Rp 185 triliun itu alasan karena dikalukannya audit, yaitu berdasarkan hitungan dari IPB dan pembukaan lahan dari pembukaan satelit LAPAN. Jadi bukan audit dari BPK dan itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami,” kata Tony saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (17/10).
Dalam Laporan Hasil Pemerikasaan (LHP) atas PDIT KK PT Freeport Indonesia TA 2013-2015 memang disebutkan kajian tentang hasil perhitungan jasa ekosistem IPB yang hilang akibat tailing PTFI berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan tahun 1998-1990 dan 2015-2016 oleh LAPAN menunjukan kerugian sebesar USD 13,59 miliar atau Rp 185,018 triliun.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan itu juga dijelaskan rincian dari kerugian tailing. Ada tiga lokasi, pertama di ModADA, nilai ekosistem yang dikorbankan USD 786,5 juta atau sekitar Rp 10,70 triliun. Lokasi kedua di Estuary dengan nilai ekosistem yang dikorbankan USD 603,2 juta atau sekitar Rp 8,211 triliun. Dan ketiga, berlokasi di Laut nilai ekosistem yang dikorbankan USD 12,2 miliar atau sekitar Rp 166 triliun.
Perhitungan itu, dalam laporan tertulis masih perlu didiskusikan lagi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, apakah sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu, perhitungan ini juga telah memperhitungkan pengaruhnya ke lokasi laut dengan perhitungan jasa ekosistemnya Rp 166,09 triliun pun masih perlu didiskusikan kewajarannya.
“Jadi jangan tanya ke saya (apakah itu merugikan negara atau tidak), saya juga enggak tahu, mungkin itu dihitung, yang bikin IPB, jadi bisa tanyakan ke IPB. Jadi itu bukan temuan audit dan tidak direkomendasikan kepada kita. Di situ pun disebutkan bahwa angka ini Rp 185 triliun masih harus dikonsultasikan dengan KLHK. Dilihat saja laporannya,” jelas Tony.

Terkait sanksi yang diberikan KLHK kepada PTFI, kata Tony ada 48 poin. Dari jumlah itu, ada 30 instruksi, di mana 24 sudah selesai dan 6 lagi masih dalam proses.
ADVERTISEMENT
Sementara rekomendasi dari BPK berisi 8 poin. Dari jumlah itu, Tony mengaku sudah menyelesaikan 6 poin. Itu artinya tinggal 2 rekomendasi lagi yang belum kelar, yaitu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dan DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup).
“Rekomendasinya untuk kami ada 8 yang tadi saya sampaikan. Itu keluarnya tahun 2017 awal, dan semuanya sudah sesuai dengan AMDAL dan izin gubernur terkait penggunaan sungai untuk tailing. Ada izin Bupati Mimika tahun 2005, dan juga SK 431 dan saat dilakukan audit masih tetap berlaku tahun 2008,” ujarnya.