Penjelasan Garuda Indonesia ke Bursa soal Ribut Laporan Keuangan

30 April 2019 12:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Garuda Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bursa Efek Indonesia (BEI) pagi tadi memanggil manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terkait penolakan beberapa komisaris terhadap laporan keuangan tahun buku 2018.
ADVERTISEMENT
Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengakui telah memenuhi pemanggilan dari BEI, untuk mengklarifikasi kisruh laporan keuangan perusahaan. Pertemuan digelar tertutup selama satu jam pada pagi hari ini di Gedung BEI, Jakarta.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Fuad Rizal, mengatakan dalam pertemuan tersebut perusahaan menjelaskan tentang perbedaan pendapat dengan dua komisaris terkait pencatatan transaksi. Dua komisaris yang dimaksud adalah Chairal Tanjung dan Doni Oskaria.
"Hearing saja, menjelaskan perbedaan persepsi dengan komisaris terkait pencatatan transaksi," kata Fuad saat dihubungi kumparan, Selasa (30/4).
Menurut Fuad, pihaknya sudah menjelaskan bahwa pada prinsipnya, perusahaan berpendapatan pencatatan transaksi yang diributkan dua komisaris tersebut sudah sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, kata dia, laporan keuangan tersebut sudah disahkan dan disetujui dalam Rapat Pemegang Umum Tahunan (RUPS). Dia mengklaim tak ada alasan pelanggaran, sekalipun pemegang saham ada yang tidak setuju dan tetap pada pendapatnya.
"Dari Garuda tetap berpendapat pencatatan transaksi sudah sesuai dengan PSAK dan diaudit oleh KAP independen BDO. Jadi, tidak ada restate laporan keuangan karena sudah sesuai dengan PSAK," ucapnya.
Dikutip dari keterbukaan BEI, Selasa (30/4), Garuda Indonesia menjelaskan secara rinci perihal pemicu ribut-ribut laporan keuangan, hingga keputusannya bekerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi untuk penyediaan layanan konektivitas dan in-flight entertainment.
Dalam klarifikasinya, BUMN penerbangan ini menyebut pencatatan pendapatan atas hak kompensasi layanan konektivitas dan in-flight entertainment, telah sesuai dengan dengan Standar Akuntansi yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Selain itu, laporan keuangan tahun buku 2018 telah diaudit Kantor Akuntan Publik dengan opini wajar tanpa pengecualian. Total pendapatan yang diterima perseroan dalam bentuk piutang lain-lain dari Mahata Aero mencapai USD 233.134.000 atau setara Rp 3,31 triliun (kurs USD 1 = Rp 14.200).
Terkait penolakan laporan keuangan, Garuda Indonesia menyebut kedua komisarisnya, yakni Chairal Tanjung dan Doni Oskaria, berpandangan bahwa pendapatan perseroan dari Mahata tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018 karena tidak sesuai dengan Pengakuan Pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) nomor 23.
Sebaliknya, Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata telah sesuai dengan PSAK 23.
"Sesuai dengan PSAK 23 Paragraf 29 bahwa pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui jika, kemungkinan besar manfaat ekonomi aset tersebut mengalir ke entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal," tulis Garuda dalam keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perjanjian kerja sama antara Mahata dan PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda Indonesia, disebutkan bila Citilink Indonesia menerima manfaat ekonomi berupa peningkatan kualitas layanan dan potensi pendapatan.
Perjanjian juga menyebutkan jumlah nilai biaya kompensasi dan alokasi slot dari pesawat terhubung, sehingga pendapatan dari Mahata dapat diukur secara andal.
"Atas dasar tersebut dan didukung oleh pendapat hukum dari Law Firm Lubis, Santosa & Maramis bahwa tidak terdapat kewajiban kontraktual untuk mengembalikan biaya kompensasi. Maka biaya kompensasi dapat diakui sebagai pendapatan tahun 2018," tambahnya.
Jajaran manajemen baru Garuda Indonesia berfoto usai RUPS Tahunan pada Rabu (24/4). Foto: Dok. Garuda Indonesia
Sebagai tambahan, Garuda Indonesia menyebut bila kerja sama tersebut merupakan transaksi penyerahan hak pemasangan perangkat konektivitas di pesawat dan layanan in-flight entertainment. Perjanjian itu bukan sewa, melainkan penyerahan hak dengan imbalan tetap, tidak dapat dikembalikan, dan tidak ada sisa kewajiban yang harus dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
"Kami simpulkan bahwa pengakuan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan perangkat in-flight connectivity dan layanan in-flight entertainment, juga content management telah dilandasi dan sejalan dengan PSAK," tambahnya.
Kubu CT Tolak Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Laporan keuangan Garuda Indonesia ditolak oleh Chairal Tanjung dan Doni Oskaria sebagai komisaris perusahaan. Kedua komisaris yang menolak laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham GIAA. Trans Airways merupakan perusahaan milik pengusaha Chairul Tanjung (CT).
Alasan keduanya menolak laporan keuangan tersebut, berhubungan dengan Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018 lalu beserta perubahannya.
ADVERTISEMENT
Garuda Indonesia diketahui memang menjalin kerja sama tersebut untuk menyediakan layanan wifi gratis pada sejumlah pesawat. Dari kerja sama tersebut GIAA sejatinya memang memperoleh pendapatan baru. Namun menurut Chairal, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar USD 239,94 juta serta USD 28 juta yang didapatkan dari bagi hasil dengan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dicantumkan dalam tahun buku 2018.
Chairal yang mewakili perusahaan sang kakak di Garuda Indonesia mengaku sudah membuat keterangan tertulis dan meminta keterangan tersebut dibacakan saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar Rabu (24/4).
Sayangnya permintaan tersebut tidak disetujui oleh pimpinan rapat sehingga hanya disertakan sebagai lampiran dalam laporan tahunan. Meski demikian, Chairal mengaku dirinya tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut dari manajemen soal beda pendapat tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebab, laporan tahun lalu nyatanya tetap diterima dan disetujui oleh pemegang saham dengan catatan dua dissenting opinion dari dua komisaris. Sehingga penolakan ini menurut Chairal hanya sebatas menyampaikan haknya sebagai komisaris.
Seperti diketahui, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berhasil mencatatkan kinerja positif pada kuartal I 2019. Garuda Indonesia membukukan laba bersih (net income) sebesar USD 19,7 juta atau sekitar Rp 275,8 miliar.
Angka ini tumbuh signifikan dari periode yang sama tahun lalu saat perseroan masih membukukan rugi sebesar USD 64,3 juta atau sekitar Rp 900 miliar. Manajemen GIAA mengklaim pertumbuhan laba tersebut sejalan dengan peningkatan pendapatan usaha perseroan yang tumbuh sebesar 11,9 persen menjadi USD 1,09 miliar.
Sementara sepanjang tahun buku 2018, Garuda Indonesia mencatatkan keuntungan USD 809.846 atau setara Rp 11,5 miliar. Kinerja keuangan Garuda Indonesia menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun 2017 yang rugi USD 216,582 juta atau setara Rp 3,7 triliun.
ADVERTISEMENT