Penjelasan Kemenkeu soal Transaksi Gelap hingga Cukai Emas

1 April 2023 9:23 WIB
Ā·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Kementerian Keuangan soal transaksi janggal temuan PPATK di Kantor Kemenkeu, Jumat (31/3/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Kementerian Keuangan soal transaksi janggal temuan PPATK di Kantor Kemenkeu, Jumat (31/3/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal transaksi mencurigakan hingga dugaan kegiatan ekspor emas di Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan data yang digunakan Menkopolhukam Mahfud MD soal transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35 triliun.
Suahasil mengatakan, ada dua klasifikasi surat PPATK terkait transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu. Pertama, surat dikirimkan ke Kemenkeu sejumlah 135 surat, yang melibatkan 363 ASN/PNS Kemenkeu dengan nilai Rp 22,04 triliun. Kedua, surat dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH) sebanyak 64 surat, yang melibatkan 103 PNS Kemenkeu, dengan nilai Rp 13,07 triliun.
"Nomor satu Rp 35 triliun, di Kemenkeu bilang Rp 22 triliun. Kenapa ada perbedaan? Karena kita melihat tabel pie chart tadi Kemenkeu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada APH. Oleh karena itu, surat yang dikirim ke APH kita kelompokkan ke oranye. Kalau nomor satu sekarang kita pecah mana yang benar-benar dikirim ke Kemenkeu dan APH, jadinya tabel kanan, dipecah dua. Surat dikirim ke Kemenkeu dapatnya Rp 22 triliun, surat dikirim ke APH dapatnya Rp 15 triliun, kalau dijumlah Rp 35 triliun," ujar Suahasil saat media briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (31/3).
ADVERTISEMENT
Suahasil melanjutkan, sebanyak Rp 53,8 triliun merupakan transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan PNS Kemenkeu dengan pihak lain. Dari jumlah ini, surat PPATK hanya dikirim ke aparat penegak hukum, yakni sebanyak 2 surat yang isinya melibatkan 23 pegawai Kemenkeu dan pihak lain, senilai Rp 47,0 triliun.
Selain itu, sebanyak Rp 260,5 triliun transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan. Dari jumlah ini, sebanyak 65 surat PPATK dikirimkan ke Kemenkeu yang melibatkan perusahaan senilai Rp 253,5 triliun, sementara 34 surat dikirimkan ke aparat penegak hukum yang melibatkan perusahaan senilai Rp 14,1 triliun.
Sehingga jika diakumulasikan, jumlah transaksi mencurigakan di PNS Kemenkeu maupun dengan pihak/perusahaan lain sebesar Rp 349,8 triliun. Suahasil menegaskan, perbedaan data selama ini karena memang Kemenkeu tidak menerima surat PPATK yang dikirimkan ke aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
"Datanya itu klasifikasinya aja yang beda. Begitu klasifikasi disetel, sama. Jumlah surat PPATK 300 surat, sama. Total nominalnya Rp 349,8 triliun, sama, informasi yang sama, tapi cara menunjukkannya kita pakai pie chart yang tadi," tambahnya.

Penyelundupan Emas Rp 189 T Tak Ada Kaitan dengan Kemenkeu

Kemenkeu menegaskan dugaan penyelundupan emas Rp 189 triliun tidak ada kaitannya dengan pejabat di lingkungan mereka.
Nilai penyelundupan itu masuk dalam total transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dilaporkan ke Kemenkeu pada 2017.
2018-2020 nilainya memang Rp 189 triliun yang masuk ke definisi perusahaan. Jadi tidak menyangkut sama sekali pegawai di Kementerian Keuangan," kata Askolani saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (31/3).
ADVERTISEMENT
Askolani menjelaskan bagaimana kronologi terjadinya transaksi tersebut. Bahwa Bea Cukai pada 2017 melakukan penindakan pada perusahaan eksportir emas, setelah ditemukan 218 kg emas yang nilainya USD 6,8 juta.
Di tahun yang sama, kasus tersebut dibawa ke pengadilan namun pengadilan memutuskan tidak ada indikasi tindak pidana kepabenan. Selanjutnya, Bea Cukai melakukan kasasi di mana pelaku dikenakan pidana 6 bulan dan denda Rp 2,3 miliar. Sementara perusahaannya dikenakan denda Rp 500 juta.
Namun, pada 2019 terlapor dugaan penyelundupan emas mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan Bea Cukai kalah, sehingga dugaan penyelundupan emas tersebut bukan lagi sebagai tindak pidana kepabenan.