Penjelasan Mendes PDTT soal Dugaan Markup Perjalanan Dinas

18 September 2019 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Desa tertinggal, Eko Putro Sanjojo di Kampung Bola, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Desa tertinggal, Eko Putro Sanjojo di Kampung Bola, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019 ke DPR. Temuan BPK yang menjadi sorotan adalah adanya penggelembungan kebutuhan dana untuk perjalanan dinas di sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 25,43 miliar. Salah satu K/L yang disoroti adalah Kementerian Desa, Pembangunan, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
ADVERTISEMENT
BPK mencatat adanya belanja perjalanan dinas yang dibayarkan ganda kepada pegawai Kemendes PDTT sebesar Rp 4,91 miliar, belanja perjalanan dinas terindikasi tidak riil sebesar Rp 993,56 juta, belanja perjalanan dinas luar negeri tidak sesuai SBM sebesar Rp 184,03 juta.
Menanggapi temuan tersebut, Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo tidak menampik ada catatan dari BPK khususnya hasil audit tahun 2018 yang harus ditindaklanjuti. Ia mengaku langsung meminta Irjen sampai seluruh eselon 1 untuk menindaklanjutinya.
Lalu bagaimana penjelasan Eko mengenai catatan dari BPK itu?
“Ada hal-hal yang sifatnya karena pemahaman administratif misalnya BPK menemukan ada pegawai yang melakukan perjalanan dinas tapi ada catatan absen paginya. Hal itu terjadi karena perjalanan dinas dilakukan pada siang hari sehingga paginya mereka masih masuk kantor dulu,” kata Eko saat dihubungi kumparan, Rabu (18/9).
Foto Ilustrasi PNS. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Atau mereka melakukan perjalan dinas tapi kembalinya pada siang hari, sehingga mereka tidak langsung pulang tapi ke kantor dulu menyelesaikan pekerjaannya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga kejadian seperti pegawai membeli tiket murah yang tidak bisa direfund, tetapi tiba-tiba jadwal acara harus diubah. Sehingga pegawai tersebut harus membeli tiket baru.
“Ada juga pegawai tertentu misalnya harus menginap di hotel dengan rate tertentu tapi karena penuh harus memakai yang rate-nya lebih tinggi dan lain-lain,” ujar Eko.
Meski begitu, Eko mengatakan ada juga temuan yang jawabannya tidak clear. Untuk itu, ia langsung meminta penjelasan dan bertemu langsung dengan BPK. Sehingga ada kejelasan dari apa yang harus dilakukan pegawai dalam pertanggungjawabannya.
“Ada yang bisa diterima BPK penjelasannya dan ada yang tidak. Untuk temuan yang tidak bisa dijelaskan, disepakati pegawai yang bersangkutan akan mengembalikan dicicil dengan batas waktu yang disetujui oleh BPK,” terang Eko.
ADVERTISEMENT
Eko menegaskan semenjak adanya temuan dari BPK, pihaknya melakukan audit bulanan untuk biaya perjalanan dinas mulai tahun ini. Hal itu dilakukan, kata Eko, agar ketika ada masalah dapat segera diselesaikan dan tidak memberatkan pegawai.
Closing date laporan keuangan masing-masing Ditjen setiap tanggal 30 atau 31, laporan keuangan interim harus selesai tanggal 5 bulan berikutnya dan analisa dari itjen harus selesai tanggal 10. Sehingga setiap Dirjen mengetahui masalah (kalau ada) di Ditjennya masing-masing dan bisa segera difollow up,” ungkap Eko.