Penjelasan OJK soal Biaya Sewa Gedung Wisma Mulia 1 yang Jadi Temuan BPK

9 Juli 2024 17:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DK OJK, Mirza Adityaswara. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DK OJK, Mirza Adityaswara. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan OJK Tahun 2023 mengindikasikan bahwa biaya sewa Gedung Wisma Mulia 1 periode 17 Januari 2017 sampai dengan 16 Januari 2021 yang tidak dimanfaatkan. Dari temuan itu, OJK terindikasi merugikan negara senilai Rp 394,10 miliar dan mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP).
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, mengungkapkan OJK telah diminta menetapkan langkah-langkah strategis dan solutif untuk melakukan pemulihan.
Mirza menjelaskan upaya untuk menyelesaikan masalah itu dilakukan melalui negosiasi pada periode tahun 2018 sampai 2019 dengan cara melakukan konversi biaya sewa dan service charge Wisma Mulia 1 yang dikeluarkan menjadi biaya sewa perpanjangan Wisma Mulia 2.
Kemudian negosiasi penyewaan kembali (sublease) gedung Wisma Mulia 1 kepada pidak ketiga. Lalu, melakukan pengembalian gedung yang telah disewa (surrender) sehingga OJK tidak perlu membayar service charge.
"Upaya OJK dalam menyelesaikan permasalahan Wisma Mulia 1 telah dilakukan dengan optimal dan upaya terbaik, namun tidak disepakati oleh pihak Wisma Mulia 1," kata Mirza saat rapat kerja OJK dengan Komisi XI DPR, Selasa (9/7).
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
Setelah upaya tersebut belum berhasil, Mirza mengatakan OJK menjalankan strategi lain yaitu melakukan upaya hukum melalui gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian sewa pada periode tahun 2020.
ADVERTISEMENT
"Sementara pihak Wisma Mulia 1 mengajukan gugatan balik kepada OJK pada periode yang sama. Sengketa perdata tersebut dimenangkan oleh pihak Wisma Mulia 1," ujar Mirza.
Mirza menjelaskan OJK lalu berkonsultasi dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) pada 2022. Setelah itu upaya ditempuh penyelesaian di luar pengadilan melalui perdamaian.
"Di mana penyusunan perjanjian perdamaian didampingi oleh BPKP dan tim Jamdatun. Salah satu kesepakatan perdamaian adalah perpanjangan sewa Wisma Mulia 2 dilakukan OJK dengan skema waktu 4 tahun dan OJK hanya membayar biaya sewa selama 3 tahun," ungkap Mirza.
Mirza menuturkan pihaknya juga sudah mempunyai rencana tindak lanjut atas rekomendasi LHP BPK tentang sewa Gedung Wisma Mulia. Pertama, melakukan komunikasi dan negosiasi dengan pihak atau pemilik gedung Wisma Mulia 1 untuk pemulihan biaya sewa Wisma Mulia 1.
ADVERTISEMENT
Kedua, mengupayakan alternatif gedung lainnya yang lebih efisien. Ketiga, pendalaman mengenai opsi-opsi solusi hukum yang dapat ditempuh.

Dipertanyakan Anggota DPR

Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan, dalam laporan yang diterbitkan oleh BPK tertulis bahwa ada masalah pada anggaran OJK mengenai pembiayaan gedung sebesar Rp 400 miliar.
"Saya agak sedih nih sama OJK, Ketua. Karena saya baru dikasih Laporan Hasil BPK tanggal 3 Mei yang mengatakan bahwa BPK itu opininya Wajar dengan Pengecualian,” kata Melchias dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (26/6).
"Bayangkan uang yang ditarik dari publik, diberikan, disewakan sebuah gedung yang katanya waktu itu harus keluar dari Bank Indonesia Rp 400 miliar lebih dan gedung itu sampai detik ini tidak digunakan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Melchias mengatakan, laporan BPK tersebut perlu dibawa ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Dia menyarankan OJK untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengkonsultasikan dan menindaklanjuti kepada pihak-pihak yang berwenang.
“Padahal di sini ada aparat penegak hukum, KPK, Polri, Kejaksaan, legal opinion, konsultasi, tidak diberikan. Sehingga OJK ini yang kami dirikan susah payah jadi cacat hanya karena pemimpinnya tidak mau ambil keputusan,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk memanfaatkan gedung tersebut, khususnya pada periode 2019-2022. Kemudian, dicapai suatu kesepakatan pada saat itu bahwa upaya maksimal sudah betul-betul dilakukan.
"Hal pemanfaatan gedung tentu kami sudah laporkan ke BPK agar jadi masukan temuan tadi. Berkaitan kemungkinan masuknya ke penegakan hukum sejak hal ini ditemui, bahwa lembaga-lembaga penegak hukum sudah melakukan proses terhadap isu ini," kata Mahendra.
ADVERTISEMENT