Perang Dagang AS vs China, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

26 Agustus 2019 7:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Donald Trump dan Xi Jinping di KTT G20 Foto: REUTERS/Saul Loeb
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan Xi Jinping di KTT G20 Foto: REUTERS/Saul Loeb
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China memasuki babak baru. China akan mengenakan tarif bea masuk untuk barang impor asal AS seperti produk pertanian, mobil, pakaian, bahan kimia dan tekstil AS senilai USD 75 miliar.
ADVERTISEMENT
Presiden AS Donald Trump, 12 jam setelah China mengumumkan akan mengenakan tarif baru tersebut, langsung bereaksi keras. Dalam cuitannya di Twitter, Trump akan menaikkan tarif sebesar 5 persen bagi produk China.
Lantas, apa dampak perang dagang kedua negara itu bagi Indonesia? Berikut kumparan rangkum:
1. Ekspor Indonesia Tertekan
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, perang dagang yang terjadi itu dapat makin mempersulit Indonesia untuk melakukan ekspor. Sebab ketika perang dagang terjadi, negara itu akan mengurangi produksi yang berdampak ke Indonesia selaku eksportir bahan baku.
“Eskalasi perang dagang akan mempersulit Indonesia mendorong ekspor," katanya kepada kumparan, Senin (26/8).
Di samping itu, perang dagang tersebut juga dapat membuat negara lain menyasar Indonesia dalam melakukan impor sejumlah barang yang sebelumnya dikirim ke AS atau China. Hal itu memanfaatkan keterbukaan perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, juga mengakui perang dagang ini memperlemah ekspor Indonesia yang kemudian berdampak pada neraca perdagangan Indonesia.
"Kita juga melihat tekanan terhadap perdagangan internasional ini sudah terlihat di dalam kinerja ekspor kita. Jadi kita harus tetap fokus kepada bagaimana domestik faktor bisa kompensasi pelemahan itu," ujar Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8).
Xi Jinping, Quang, Jokowi, Duterte, Putin, Trump Foto: REUTERS/Hau Dinh
2. Bisa Mengancam Pasar Modal
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengingatkan soal kondisi perekonomian global yang terus dibayangi masalah perang dagang antara AS-China. Hal tersebut bisa berdampak pada pasar modal.
Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, Indonesia jangan terlena, sebab ancaman dari kondisi perekonomian global yang belum membaik tersebut bisa mengancam ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
"Ini mengindikasikan tantangan dari perlambatan ekonomi global masih mewarnai ekonomi domestik dan juga tentunya kinerja pasar modal kita ke depan. Untuk itu, kita semua harus merespons dinamika ini dengan cepat dan tepat," ungkapnya di Gedung BEI, Jakarta, Senin (12/8).
Dalam mengantisipasi perang dagang tersebut, Wimboh menekankan, Indonesia perlu melakukan pendalaman pasar modal dengan lebih optimal. Mulai dari sisi supply, demand hingga menyempurnakan infrastuktur.
Dari sisi supply, ia menerangkan perlu adanya peningkatan instrumen dan basis jumlah emiten. Sedangkan, sisi demand dengan mendorong jumlah investor pasar modal.
Ada lagi, infrastruktur pasar modal dengan mengadaptasikan teknologi yang lebih mudah, cepat, dan transparan. Dengan demikian, risiko dampak dari perang dagang antara AS-China bisa lebih ditekan.
ADVERTISEMENT
"Upaya-upaya tersebut tentu harus dilengkapi sinergi yang baik dengan berbagai pihak, dan penguatan fundamental emiten melalui penerapan manajemen risiko dan juga tata kelola yang baik," tandas dia.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping (kanan) pada pertemuan bilateral di KTT G20 di Osaka, Jepang. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
3. Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju pertumbuhan ekonomi RI mencapai 5,05 persen secara tahunan (year on year/yoy) di kuartal II 2019. Angka itu melambat dibandingkan kuartal yang sama di tahun sebelumnya yakni 5,27 persen (yoy).
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, ada beberapa penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi RI tersebut. Salah satunya yakni akibat perang dagang AS - China.
"Perang dagang China yang makin, konfliknya makin tinggi. Itu Trump mau menambah (bea), barang China yang mau dikasih bea masuk. Akibatnya tentu produksi China menurun," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (6/8).
ADVERTISEMENT
Akibat menurunnya produksi dari China, menyebabkan ekspor bahan mentah dari Indonesia ke negeri tirai bambu itu ikut menurun. Ia tak menampik pemerintah mampu mengatasi angka pertumbuhan ekonomi yang menurun, namun ia juga mengingatkan bahwa ada faktor dari luar yang tak bisa diatasi oleh pemerintah.
Dia menambahkan, ada beberapa cara pertumbuhan ekonomi bisa tinggi, salah satunya yakni peningkatan di sektor investasi. JK mengatakan, investasi bisa menjadi cara agar lapangan kerja meningkat.
"Hal yang paling pokok untuk meningkatkan pertumbuhan yaitu meningkatkan investasi, supaya orang bekerja, supaya orang berpendapatan, supaya ada ekspor, kemudian perdagangan. Dengan dua hal itu, karena itu kita sampaikan terus bagaimana memperbaiki sistem, administrasi lancar. Itu saja inti pokoknya," kata JK.
ADVERTISEMENT