Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perang Dagang Bawa Berkah Peningkatan Ekspor CPO Indonesia
1 Oktober 2018 18:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang Agustus 2018 lalu, mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah secara bulanan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan, peningkatan ekspor itu merupakan berkah dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara.
ADVERTISEMENT
Volume ekspor minyak sawit (CPO, PKO (Palm Kernel Oil) dan turunannya), oleochemical dan biodiesel, mencapai 3,3 juta ton. Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sarjono, mengungkapkan sejumlah negara yang menjadi pasar utama minyak sawit Indonesia, meningkatkan impornya.
“India menjadi pembeli CPO dan produk turunannya yang paling besar pada Agustus lalu, yakni 823 ribu ton, atau meningkat sekitar 26 persen dibandingkan bulan lalu. Ini karena India sedang terlibat perang dagang dengan Amerika serikat,” kata Mukti melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan, Senin (1/10).
Dia menjelaskan, sejak Juni lalu India menaikkan tarif bea masuk impor crude and refined products kedelai, bunga matahari, kacang tanah dan rapeseed masing-masing 35 persen untuk refined products dan 45 persen untuk crude grades. Komoditas itu selama ini diimpor India dari AS.
ADVERTISEMENT
Dengan kebijakan itu, India meningkatkan impor minyak sawit dari Indonesia, untuk mensubstitusi minyak nabati jenis lain.
“Ini merupakan volume tertinggi sepanjang sejarah perdagangan minyak sawit Indonesia dengan India,” ujarnya
Peningkatan impor CPO dan produk turunannya juga dibukukan oleh China sebesar 26 persen, Amerika Serikat 64 persen, kawasan Afrika 19 persen dan Pakistan 7 persen.
Tren berkebalikan terjadi di negara-negara Uni Eropa, yang mencatatkan penurunan impor CPO dan produk turunannya sebesar 10 persen dan diikuti Bangladesh sebesar 62 persen. Penurunan permintaan oleh Negara Uni Eropa karena masih tingginya stok minyak rapeseed dan minyak bunga matahari.
Sementara Bangladesh mengalami penurunan yang drastis karena pada bulan sebelumnya telah melakukan impor yang tinggi sehingga stok menumpuk.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, data Gapki mengungkapkan, produksi minyak sawit sepanjang bulan Agustus 2018 diproyeksi mencapai 4,06 juta ton atau menurun sekitar 5 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 4,28 juta ton. Penurunan produksi selain karena faktor iklim dan pola produksi bulanan juga kemungkinan disebabkan petani tidak memanen dengan maksimal karena harga yang rendah.
Sedangkan secara year on year, produksi CPO dan PKO Januari-Agustus 2018 mencapai 30,67 juta ton. Angka itu naik sebesar 19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 25,85 juta ton.